Cidera kepala adalah adanya pukulan atau benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).
Cidera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi
akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun
efek sekunder dari trauma yang terjadi (Sylvia, 1985)
Cidera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa
penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan
(accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989).
Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak
disertai/tanpa perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas dari otak (Nugroho, 2011).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001),
cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar,
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi
karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,
serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut cidera kepala
merupakan luka yang mengenai kepala yang bisa berdampak pada penurunan
kesehatan seseorang.
B.
ETIOLOGI
1.
Menurut Hudak dan Gallo (1996 :
108) mendiskripsikan bahwa penyebab cedera kepala adalah karena adanya trauma
yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
a.
Trauma primer : Terjadi karena benturan
langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi)
b.
Trauma sekunder : Terjadi akibat dari
trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia,
hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2.
Penyebab cedera kepala adalah
kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olah raga, kecelakaan kerja,
cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru (Corwin, 2000).
3.
Trauma akibat persalinan
4.
Kecelakaan, kendaraan bermotor
atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat olahraga.
5.
Jatuh
6.
Cedera akibat kekerasan.
C.
KLASIFIKASI
1.
Berdasar
mekanisme:
a.
Trauma Tumpul : Trauma tumpul adalah
trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor, kecelakaan saat
olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun cedera akibat kekerasaan
(pukulan).
b.
Trauma Tembus : Trauma yang terjadi
karena tembakan maupun tusukan benda-benda tajam/runcing.
2.
Berdasar beratnya:
1.
Minor: GCS 13 – 15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit, tidak ada
kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma
2.
Sedang: GCS 9 – 12, kehilangan
kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam, dapat
mengalami fraktur tengkorak.
3.
Berat: GCS 3 – 8, kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam, juga meliputi kontusio
serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial
3.
Berdasar morfologi: Fraktura
tengkorak dan Lesi intracranial.
4.
Berdasarkan Patofisiologi
a.
Cedera kepala primer : Akibat langsung pada
mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada
jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan
laserasi.
b.
Cedera kepala sekunder : Pada cedera kepala
sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea,
edema otak, komplikasi pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh
yang lain.
D.
TANDA
DAN GEJALA
Hilangnya kesadaran kurang
dari 30 menit atau lebih, kebingungan, iritabel, pucat, mual dan muntah, pusing
kepala, terdapat hematoma, kecemasan, sukar untuk dibangunkan, bila fraktur mungkin adanya
ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea)
bila fraktur tulang temporal.
E.
PATHWAY
F.
PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang
sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma
kepala. Cedera percepatan (aselerasi)
terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti
trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul.
Cedera perlambatan (deselerasi)
adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti
badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang
terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer,
yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume
darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi
arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”
sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang
lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia.
Cedera otak menyebar dikaitkan dengan
kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu:
cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma
bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada
hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.
G.
KOMPLIKASI
Edema pulmonal, bocornya LCS, gangguan mobilisasi, hipovolemia, kejang, hiperthermia, infeksi,
SIADH, Meningitis, Atelektasis, Residual defisit neurologic, Kontraktur danPneumonia.
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Spinal X ray: Membantu menentukan lokasi
terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan: Memeperlihatkan secara spesifik
letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia
serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram: Dilakukan untuk menunjukan
vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic
imaging resonance): Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray: Untuk mengidentifikasi
keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan: Mengukur
volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah: Menunjukan efektifitas
dari pertukaran gas dan usaha pernapasan.
I.
PENATALAKSANAAN
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara
dipuasakan terlebih dahulu
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi
7. Pemberian obat-obat analgetik
8. Pembedahan bila
ada indikasi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA
KEPALA
PENGKAJIAN FOKUS
A.
IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempet/tanggal
lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
B.
IDENTITAS
PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
C.
RIWAYAT
KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Imunisasi:
Operasi:
D.
RIWAYAT
KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
E.
PENGKAJIAN
POLA GORDON
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minu; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatn seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minu: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah BAB/BAK teratur; frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat BAB/BAK sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah BAB/BAK teratur: frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan
nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktifvitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (penkes, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, n dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap
stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang
dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut
pandang nilai dan kepercayaan?
F.
PEMERIKSAAN
FISIK
1. Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat
medis
Tampak sakit ringan: bedrest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bedrest, lemah, terpasang
infus, alat medis
Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
Kesadaran:
Kuantitatif:
Mata :
Spontan(4)
Atas permintaan(3)
Rangsang nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Verbal:
Orientasi baik(5)
Jawaban kacau(4)
Kata-kata sepatah(3)
Merintis/mengerang(2)
Tidak bersuara(1)
Motorik:
Menurut perintah(6)
Reaksi setempat(5)
Menghindar(4)
Fleksi abnormal(3)
Ekstensi nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Kualitatif: compos mentis, apatis,
somnolen, sopor, soporcoma, coma?
2. Tanda-tanda vital:
T: hipertermi?
N: cepat, tidak teratur, frekuensi,
irama, volume?
RR: cepat, irama, jenis, frekuensi?
TD:?
Saturasi:?
3. Status gizi: TB, BB, BBN, BBI?
4. Pemeriksaan sistemik:
Heat to toe:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
5. BC
G.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Laboratorium darah?
2. Rontgen?
3. Ct Scan?
4. MRI?
H.
TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
I.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Perfusi jaringan serebral/ferifer tidak
efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Intervensi:
1) Ukur TTV; TD, N, RR
R/mengetahui keadaan klien
2) Monitor capiler refill
R/mengetahui status keadaan klien
3) Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klie
4) Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5) Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6) Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
7) Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran klien
8) Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10) Kolaborasi/lanjutkan therapi trasfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
11) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama,
dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri
biologis.
Intervensi:
1) Monitor derajat dan kualitas nyeri
(PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
2) Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
3) Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
4) Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5) Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik;
nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2) Monitor pemeriksaan Lab darah
R/untuk melihat hasil lab darah
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
4) Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5) Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6) Rawat luka setiap hari dengan
teknik steril
R/mencegah infeksi
7) Beri nutrisi tinggi zat besi,
vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan
4. Resiko defisit volume cairan berhubungan
dengan kehilangan volume cairan melalui abnormal (perdarahan).
Intrvensi:
1) Ukur TTV: TD, N, RR, T
R/mengetahui keadaan klien
2) Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3) Hitung
BC
R/mengetahui klebihan dan kekurang cairan
4) Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5) Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi
elektrolit; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6) Kolaborasi/lanjutkan program therapi
trasfusi
R/mempercepat pemulihan kesehatan klien
DAFTAR PUSTAKA
Suriadi & Rita Yuliani. 2001. Asuhan
Keperawatan Pada Anak , Edisi I. Jakarta: CV Sagung Seto
Hudak & Gallo. 1996. Keperawatan
Kritis: Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta: EGC
Cecily LB & Linda AS. 2000. Buku
Saku Keperawatan Pediatrik . Edisi 3. Jakarta: EGC
Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku
Ajar Medikal Bedah . Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC
Corwin,
Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi, Jakarta : EGC
Guyton.1987.
Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi, Jakarta : EGC
Harsono. 1996.
Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I, Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar