A. PENGERTIAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Gagal jantung adalah suatu keadaan
patologis adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal
memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan
kemampuannnya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel
kiri (Braunwald, 1996).
Gagal jantung yaitu suatu sindrom
klinis yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan
kelainan regulasi neurohormonal disertai dengan intoleransi kemampuan kerja
fisis, retensi cairan dan memendeknya umur hidup (Packer, 1996).
Ketidakmampuan jantung memompakan
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh pada tekanan
pengisian normal padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam
keadaan normal. (Sonnenblik, 2000).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner and Suddarth,
2001).
Gagal jantung
kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrient (Diane C.
Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000).
CHF adalah sindroma kompleks yang secara klinik
diakibatkan dari ketidakmampuan dari jantung untuk memenuhi metabolisme tubuh.
(Thompson Mc. Farland Hirsh Tucker, 2002, hal. 66).
B. ETIOLOGI GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Penyebab gagal jantung kongestif
dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Intrinsik :
ü Kardiomiopati
ü Infark miokard
ü Miokarditis
ü Penyakit jantung iskemik
ü Defek jantung bawaan
ü Perikarditis / tamponade jantung
2. Sekunder :
ü Emboli paru
ü Anemia
ü Tirotoksikosis
ü Hipertensi sistemik
ü Kelebihan volume darah
ü Asidosis metabolik
ü Keracunan obat
ü Aritmia jantung ( dr. Jan Tambayong, 2000 )
Kelainan otot jantung: Gagal jantung sering terjadi
pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas
jantung. Kondisi yang mendasari penyebab
kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan
penyakit degeneratif atau inflamasi.
a.
Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpuikan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitaas menurun.
b.
Hipertensi sistemik atau
pulmonal ( peningkatan afterload ) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya
mngakibatkan hipertrofi serabut
otot jantung
c.
Peradangan dan penyakit myocardium
degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
Penyakit jantung lain: Gagal jantung dapat terjadi
sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang ssecara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya
terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
afteer load.
Faktor sistemik: Terdapat sejumlah besar faktor yang
berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam,
tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke
jantung. Asidosis respiratorik atau
metabolik dan abnormalita elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
C.
DERAJAT
Grade gagal jantung menurut New york Heart
Associaion terbagi menjadi 4 kelainan fungsional:
1.
Timbul gejala sesak pada
aktifitas fisik berat
2. Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik
sedang
3.
Timbul gejala sesak pada aktifitas ringan
4.
Timbul gejala sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat
D. TANDA DAN GEJALA GAGAL JANTUNG KONGESTIF
1. Tanda dominan :
a.
Meningkatnya volume
intravaskuler
b.
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat penurunan curah
jantungManifestasi kongesti dapat berbeda
tergantung pada kegagalan
ventrikel mana yang terjadi .
2. Gagal jantung kiri: Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri
tak mampu memompa darah yang datang dari
paru. Manifestasi klinis yang terjadi
yaitu :
a.
Dispnu: Terjadi akibat
penimbunan cairan dalam alveoli dan
mengganggu pertukaran gas.Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami
ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b.
Batuk
c.
Mudah lelah: Terjadi karena
curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolismeJuga terjadi karena meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
karena distress pernafasan dan batuk.
d.
Kegelisahan dan kecemasan:
Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
3.
Gagal jantung kanan
a.
Kongestif jaringan perifer dan
viseral.
b.
Edema ekstrimitas bawah (edema
dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan,
c.
Hepatomegali. Dan nyeri
tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran
vena di hepar…
d.
Anorexia dan mual. Terjadi
akibat pembesaran vena
dan statis vena dalam rongga
abdomen.
e.
Nokturia
f.
Kelemahan.
E. PATHWAY
F. PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Jika terjadi gagal jantung,
tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika
stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas
atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir
diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan
panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi
singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel .
Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner
dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan
menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema
sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan
tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut
jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah
sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas
miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit
arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti
pulmoner.
Aktivasi sitem saraf
simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang
untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini
sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi
vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel,
sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu
sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan
aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan
menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron
juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer
selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium
dan cairan.
Gagal jantung berhubungan
dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat,
yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan
tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek
natriuretik dan vasodilator.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Hitung darah dapat menunjukan anemia
, merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor
eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya
2.
Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan
insufiensi ginjal
3.
Tes fungsi ginjal untuk menentukan
apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia prerenal
4.
Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap
aktivitas neuroendokrin
5.
Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus
dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
6.
Pemeriksaan EKG
7.
Radiografi
dada
8.
Angiografi
radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis
gerakan dinding regional
9.
Kateterisasi jantung untuk menentukan
penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah :
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja
jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi
kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan
3. Membuang penumpukan air tubuh yang
berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
Terapi Farmakologis:
1.
Glikosida jantung: Digitalis ,
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi
jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema
2.
Terapi diuretic: Diberikan
untuk memacu eksresi natrium dan air
mlalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek samping hiponatremia dan
hipokalemia
3.
Terapi vasodilator: Obat-obat
fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadansi tekanan terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel
dan peningkatan kapasitas vena
sehingga tekanan engisian ventrikel kiri dapat dituruinkan
Dukungan diet: Pembatasan Natrium
untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.
I. KOMPLIKASI
1. Syok kardiogenik
2. Episode tramboemboli
3. Efusi dan tamponade pericardium
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN:
Fokus pengkajian keperawatan ditujukan
untuk mngobservasi adanya tanda-tanda
dan gejala kelebihan ciaran paru
dan tanda serta gejala sistemis.
1. Aktifitas /istirahat: Keletihan, insomnia, nyeri
dada dengan ktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubhan
status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
2. Sirkulasi: Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya,
penyakit katup jantung,anemia , syok dll. TD, tekanan nadi frekuensi
jantung, irama jantung, nadi apical bunyu jantung S3 galop nadi perifer bekurang perubahan dalam denyutan nadi jugularis warna kulit kebiruan punggung kuku pucat atau
sianosis hepar adakag pembesaran bunyi
nafas krekles atau ronkhi edema.
3. Inegritas ego: Ansietas stress marah taku dan mudah tersinggung
4. Eliminasi: Gejala penurunan berkemih urun berwarna
pekat, berkemih malam hario diare/
konsipasi.
5. Makanan / cairan: Kehilangan nafsu makan mual,
muntah, penambahan Bbsignifikan, Pembengkakan ektrimitas bawah, diit tinggi garam pengunaan diuretic distensi
abdomen edema umum dll.
6. Hygiene: Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang
7. Neurosensori: Kelemahan, pusing letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8. Nyeri/kenyamanan: Nyeri dada akut kronuk nyeri
abdomen sakit pada otot gelisah
9. Pernapasan keamanan: Dispnea saat aktifitas tidur
sambil duduk atau dngan beberapa bantal.btuk dengan atau tanpa sputum
penggunaan bantuan otot pernafasan oksigen dll. Bunyi nafas warna kulit.
10. Interaksi socialPenurunan aktifitas yang biasa
dilakukan
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas miokardial
ditandai dengan:
ü Takikardia, disritmia, perubahan gambaran pola EKG
ü Hipotensi/hipertensi
ü Bunyi jantung ekstra (S3, S4)
ü Penurunan haluaran urine
ü Nadi perifer tidak teraba
ü Kulit dingin, kusam, diaphoresis
ü Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema, nyeri dada
Tujuan: menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (distrimia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung
Intervensi:
1). Auskultasi nadi perifer
Rasional : biasanya terjadi takikardia
2). Catat bunyi jantung
Rasional : irama galkop umum S3 dan S4 dihasilkan sebagai aliran
darah ke dalam serambi yang distensi
3). Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan turunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis pedis dan posubial
4). Pantau tekanan darah
Rasional : pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan
hipotensi tak dapat normal lagi
5). Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan turunnya perfusi perifer, sianosis dapat
terjadi sebagai refraktori
6). Pantau haluaran urine
Rasional : ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan
menahan cairan dan natrium
7). Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang: menjelaskan
manajemen medik/keperawatan, membantu pasien menghindari stress
Rasional : stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan
tekanan darah, dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung
8). Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat dapat meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi
ditandai dengan:
ü Kelemahan, kelelahan
ü Perubahan tanda vital, adanya disritmia
ü Dispnea, pucat, berkeringat
Tujuan: klien berpartisipasi pada aktivitas yang
diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri dengan kriteria Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dalam batas
normal selama aktivitas.
Intervensi:
1). Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila pasien menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostarik dapat terjadi dengan
aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik atau
pengaruh fungsi jantung.
2). Carat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat disritmia.
dispnea. berkeringat, pucat.
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium
untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan
peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
3). Kaji prespirator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa
obat. Nyeri dan program penuh stres juga memerlukan energi dan menyebabkan
kelemahan.
4). Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan aktivitas.
5). Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.
Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat,
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien
tanpa mempengaruhi stres miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
6). Implementasikan program rehabilitasi jantung/aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan
fungsi jantung di bawah stres, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik
kembali.
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air ditandai dengan:
ü Ortopnea, bunyi jantung S3
ü Oliguria, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
ü Peningkatan berat badan, hipertensi
ü Distres pernafasan, bunyi jantung abnormal
Tujuan: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan
keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital
dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
Intervensi:
1). Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari di mana
diuresis terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.
2). Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretik dapat disebabkan oleh
kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema atau asites
masih ada.
3). Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi Fowler selama
fase akut.
Rasional : Posisi telentang meningkatkan filtrasi
ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4). Buat jadwal pemasukan cairan
Rasional : Melibatkan pasien dalam program terapi.
5). Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Catat ada atau tidak hilangnya edema sebagai
respons terhadap terapi
6). Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen
untuk edema dengan atau tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum
(anasarka).
Rasional : Retensi cairan berlebihan dapat
dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer
mulai pada kaki atau mata kaki. Edema pitting adalah gambaran secara umum hanya
setelah retensi.
7). Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan
Rasional : Kelebihan volume cairan sering menimbulkan
kongesti paru
8). Pantau TD dan CVP
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan
kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti
paru, gagal jantung.
9). Pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat yang benar akan
membantu proses penyembuhan.
4. Risiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus.
Tujuan: Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi
adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentan normal dan bebas
gejala distress pernafasan
Intervensi:
1). Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan
sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2). Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan
aliran oksigen.
3). Dorong perubahan posisi sering.
Rasional : membantu mencegah atelektasis dan
pneumonia.
4). Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur
tinggi 20-30 derajat, posisi semi Fowler. Sokong tangan dengan bantal.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan
meningkatkan inflamasi paru maksimal
5). Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema
paru. Perubahan kompensasi biasanya ada pada GJK kronis.
6). Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar,
yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
7). Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : membantu proses penyembuhan .
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan
dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/ penyakit/gagal
ditandai dengan:
ü Pertanyaan
ü Pernyataan masalah/kesalahan persepsi
ü Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah
Tujuan: mengidentifikasi hubungan terapi (program
pengobatan) untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi
Intervensi:
1). Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan
dengan perbedaan pasien dari fungsi normal. Jelaskan perbedaan antara serangan
jantung dan GJK
Rasional : pengetahuan proses penyakit dan harapan
dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan
2). Kuatkan rasional pengobatan
Rasional : pemahaman program, obat dan pembatasan
dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala.
3). Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi
kelelahan, dan istirahat di antara aktivitas.
Rasional : Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut
menjadi melemahkan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4). Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara
verbal dan tertulis.
Rasional : Pemahaman kebutuhan terapeutik dan
pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi
obat.
5). Anjurkan makan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat
sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
6). Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko dan
faktor.
Rasional : Menambahkan pada kerangka pengetahuan dan
memungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan
dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/komplikasi.
7). Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, contoh
edema, demam, hemoptisis.
Rasional : Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung
jawab pasien dalam pemeliharaan kesehatan dan mencegah komplikasi.
8). Berikan kesempatan pasien/orang terdekat untuk bertanya.
Rasional : Kondisi kronis dan berulang/menguatnya
kondisi GJK sering melemahkan kemampuan koping dan kapasitas dukungan pasien
dan orang terdekat.
9). Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis.
Rasional : Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan
keterlibatan pemberi perawatan dapat mencegah toksisitas/perawatan di rumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marylinn E. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien Edisi 3. Alih bahasa I Made Kariasa. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2001).
Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Tambayong, dr. Jan. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan.
Jakarta : EGC
Noer, Sjaifoellah. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Brunner dan
Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2, Jakarta EGC
Mansjoer,
Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1, Jakarta : Media Aesculapius
Brunner dan Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC .
Doenges M E.
2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC
Fakultas
Kedokteran UI. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Muttaqin
Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sisitem
Kardiovaskulardan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Padila.
2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Wijaya A S, Putri Y M. 2013. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar