Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus
pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik
terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia (Sujono, 1999).
Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus
disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).
Hepatitis adalah peradangan pada hati yang mengalami
nekrosis berupa bercak difus yang mempengaruhi seluruh sel asinus hati dan
merusak arsitekstur hati (Morgan, 2009. Hal 209).
Hepatitis B adalah proses nekroinflamatorik pada hati
yang terjadi secara akut disebabkan oleh infeksi VHB (Soewignjo,2008).
Hepatitis B adalah salah satu penyakit menular yang
tergolong berbahaya, Penyakit ini disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB) yang
menyerang hati dan menyebabkan peradangan hati akut atau menahun (Tambayong,
2000. Hal 145).
B.
ETIOLOGI
1. Virus type A, B, C, D, dan E
2. Alkohol: Menyebabkan alkohol
hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis.
3. Obat-obatan:
Menyebabkan toksik untuk
hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut.
C.
TANDA DAN GEJALA
1.
Masa tunas
a. Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari)
b. Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari)
c. Virus non A dan non B : 15-150 hari
(rata-rata 50 hari)
2. Fase Pre Ikterik: Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul),
nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan
pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore
hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari,
pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok
pada hepatitis virus B
3. Fase Ikterik: Urine berwarna seperti teh pekat, tinja
berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada
kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru
berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatal-gatal pasa seluruh
badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu.
4. Fase
penyembuhan: Dimulai saat
menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul
bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita
mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai.
D.
PATHWAY
E.
PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang menyebar pada
hepar (hepatitis) dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan
kimia. Unit fungsional
dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah
sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada
hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini
menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel hepar.
Setelah lewat masanya,
sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan
digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang
mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar
karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan
kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran
kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu
hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal,
tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu
juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi.
Akibatnya billirubin tidak
sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat
kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami
konjugasi (bilirubin indirek), maupun
bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin
direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena
kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung
sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis).
Karena bilirubin konjugasi
larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga
menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes fungsi hati: abnormal (4-10 kali dari
normal). Catatan: merupakan batasan nilai untuk membedakan hepatitis virus dari
non-virus.
2. AST (SGOT/ALT (SGPT): awalnya meningkat.
dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.
3. Darah lengkap: SDM menurun sehubungan
dengan penurunan hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
4. Leukopenia: trombositopenia, monositosis,
limfosit atipikal, dan sel plasma.
5. Alkali phosphatase: agak meningkat (kecuali
ada kolestasis berat).
6. Feses: warna tanah liat, steatore
(penurunan fungsi hati).
7. Albumin serum: menurun.
8. Gula darah: hiperglikemia transien/hipoglikemia
(gangguan fungsi hati).
9. Anti-HAV IgM: positif pada tipe A.
10. HbsAG: dapat positif (tipe B) atau negstif (tipe A).
catatan: merupakan diagnostik sebelum terjadi gejala klinik.
11. Masa protrombin: mungkin memanjang (disfungsi
hati).
12. Bilirubin serum: di atas 2,5 mg/100 ml (bila
di atas 200 mg/ml, prognosis buruk mungkin berhubungan dengan peningkatan
nekrosis seluler).
13. Tes ekskresi BSP: Kadar darah meningkat.
14. Biopsi hati: menunjukkan diagnosis dan
luasnya nekrosis.
15. Scan hati: membantu dalam perkiraan
beratnya kerusakan parenkim.
16. Urinalisa: peninggian kadar bilirubin:
protein/hematuria dapat terjadi.
G.
KOMPLIKASI
Ensefalopati hepatic terjadi
pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik
toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan
jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit
ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik.
H.
PENATALAKSANAAN
Hepatitis akut hanya memberi
efek sedikit pada perjalanan penyakit. Pada permulaan penyakit. Secara tradisional dianjurkan
diet rendah lemak, tinggi karbohidrat, yang ternyata paling cocok untuk selera
pasien yang anoreksia. obat-obatan tambahan seperti vitamin, asam-amino dan
obat lipotropik tak diperlukan. Obat kortikosteroid tidak mengubah derajat
nekrosis sel hati, tidak mempercepat penyembuhan, ataupun mempertinggi
imunisasi hepatitis viral.
Hepatitis kronik tidak
dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, aktivitas latihan kebugaran jasmani
(physical fitness) dapat dilanjutkan
secara bertahap. Tidak ada aturan diet tertentu tetapi alkohol dilarang.
Sebelum pemberian terapi perlu dilakukan biopsi hati, adanya hepatitis kronik
aktif berat merupakan petunjuk bahwa terapi harus segera diberikan. kasus
dengan tingkat penularan tinggi harus dibedakan dari kasus pada stadium
integrasi yang relatif noninfeksius; karena itu perlu diperiksa status HbeAg,
antiHBe dan DNA VHB. Pada kasus hepatitis karena obat atau toksin dan
idiosinkrasi metabolik dapat diberikan cholestyramine
untuk mengatasi pruritus yang hebat. Terapi-terapi lainnya hanya bersifat
suportif.
ASUHAN KEPERAWATAN HEPATITIS
A.
IDENTITAS KLIEN
B.
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.
RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita: Hepatitis?
Kebiasaan buruk: Miras, merokok, jajan sembarang
tempat?
Penyakit keturunan: ?
Operasi: hati?
D. RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: Lemas, pusing?
E. PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
Apakah klien tahu tentang
penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa
sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab
dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang
sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Apakah klien merasa
mual/muntah?
Apakah klien mengalami
anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi,
jenis, voleme?
3. Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi,
warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri,
sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan,
cepat lelah?
5. Tidur dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam
?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri
(PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7. Persepsi dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait
dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga,
perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu, siapa yang
menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien
(mestruasi teratur? Impotensi?)?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap
stres
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari
solusi?
11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan
ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan
kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam
menjalankan ajaran Agama yang dianut?
F. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum :
- Kesadaran :
- Tanda-tanda vital :
- Status gizi :
- Pemeriksaan Head to toe
a.
Kulit,
rambut, dan kuku
1) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi
dan vaskularisasi
2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan
catat adanya abnormalitas
3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu,
turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.
Kepala:
1)
Inspeksi
kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)
Palpasi
dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala
ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan
nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.
Mata
1)
Inspeksi
kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)
Inspeksi
daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang
orbital.
3)
Inspeksi
konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna,
edema, dan lesi.
4)
Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea)
dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar
cahaya tidak langsung.
5)
Inspeksi
pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan,
ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)
Inspeksi
iris terhadap bentuk dan warna
7)
Inspeksi
dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)
Uji
ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan
pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)
Uji
lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10) Uji gerakan mata pada delapan arah
pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus
okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d. Hidung
1)
Inspeksi
hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau
lesi, dan cairan yang keluar.
2)
Palpasi
lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa
dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)
Periksa
patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien
bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan
pasien membau (nervus olfaktorius).
4)
Masukkan
spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan
bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.
Telinga
1)
Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)
Inspeksi
telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)
Palpasi
kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah
daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)
Palpasi
tulang telinga (prosesus mastoideus)
5)
Tarik
daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun
telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen,
cairan, dan peradangan.
6)
Uji
fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala
(tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.
Mulut dan faring
1)
Inspeksi
warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)
Minta
pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi
keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)
Minta
pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi,
gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4)
Inspeksi
faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5)
Melakukan
pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)
Meminta
pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)
Menguji
sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.
Leher
1)
Inspeksi
bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut
atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)
Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri
(nervus aksesorius)
3)
Inspeksi
kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid
pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)
Palpasi
kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)
Palpasi kelenjar tiroid
h.
Thorak dan tulang belakang
1)
Inspeksi kelainan bentuk thorak
(barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)
Inspeksi kelainan bentuk tulang
belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)
Palpasi adanya krepitus pada kosta
4)
Khusus pasien wanita dilakukan
pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.
Paru posterior, lateral, anterior
1)
Inspeksi
kesimetrisan paru
2)
Palpasi
(taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang
bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)
Palpasi
pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus
dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)
Perkusi
dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan
torakal 10). Catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
5)
Auskultasi bunyi paru saat
inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara
abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.
Jantung dan pembuluh darah
1)
Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan
apical.
2)
Palpasi area aorta pada
interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari
ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5
kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut
apkal).
3)
Perkusi untuk mengetahui batas
jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)
Auskultasi bunyi jantung I dan
II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)
Periksa
vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.
Abdomen
1)
Inspeksi
dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan
umbilikus)
2)
Auskultasi
4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)
Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan
suprapubik.
4)
Perkusi:
4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)
Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6)
Mengukur lingkar perut
l.
Genitourinari
1)
Inspeksi
anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche
(khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)
Inspeksi
alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan,
ciran, bau.
3)
Inspeksi
alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan
rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)
Palpasi
skrotum dan testis sudah turun atau belum
m. Ekstremitas
1)
Inspeksi
ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)
Palpasi:
tonus otot, kekuatan otot
3)
Kaji
sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)
Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)
Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6)
Kaji reflek patologis: reflek plantar
(babinsky)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Laboratorium
darah?
2.
Laboratorium
urin?
3.
Laboratorium
feses?
4.
Ct
scan?
5.
Biopsi?
H. TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
- Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.
Tujuan: pola napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh pusing
§ Pasien tidak mengeluh sesak napas
§
Pernapasan 12-21x/mnt
§
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§
Nadi
60-100x/mnt
§
CRT:
<3 detik
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Monitor
kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)
Anjurkan
untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan
kondisi
4)
Beri
posisi semifowler
R/mencukupi kebutuhan
oksigen
Bantu aktivitas pasien
secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
5)
Beri
cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan
kondisi
6)
Kolaborasi/lanjutkan
terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan
oksigen
- Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
Intervensi:
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh nyeri
§ Pasein tidak mengeluh sesak
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§ Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1) Monitor derajat dan kualitas nyeri
(PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
2) Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
3) Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
4) Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5) Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik;
nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
§ Pasien bisa menjelaskan pengertian
§ Bisa menyebutkan penyebab
§ Bisa menyebutkan tanda dan gejala
§ Bisa menyebutkan perawatan
§ Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)
Kontrak
waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)
Berikan
pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)
Evaluasi
pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)
Anjurkan
kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh lemas
§ Makan habis 1 porsi
§ Pasien tidak mual
§ Pasien tidak muntah
§ Berat badan normal/ideal
§ Konjungtiva merah muda
§
Rambut tidak rontok
Intervensi:
1)
Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan klien
2)
Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan klien
3)
Monitor tonus
otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan klien
4)
Monitor
intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi klien
5)
Anjurkan
untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
6)
Anjurkan
makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
7)
Anjurkan
klien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
8)
Kolaborasi/lanjutkan
pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
5.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§
Pasien
tidak mengeluh lemas
§ Pasien
tidak mengeluh pusing
§ Pasien
tidak mengeluh sesak napas
§
Pernapasan 12-21x/mnt
§
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§
Nadi
60-100x/mnt
§
CRT: <3 detik
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)
Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan
kondisi
4)
Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan
oksigen
5)
Bantu
aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi bebar kerja pasien
6)
Beri
cukup nutrisi sesuai dngan diet
R/mempercepat pemulihan
kondisi
7)
Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
6.
Resiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan
sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan
keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
§
Daerah
tusukan infus tidak ada tanda peradangan
§
Hasil laboratorium
darah normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1)
Monitor
tanda-tanda peradangan
R/untuk
melihat tanda-tanda peradangan
2)
Monitor
pemeriksaan Laboratorium darah
R/untuk melihat kandungan darah
3)
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
R/untuk menghindari inos
4)
Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)
Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)
Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)
Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses
penyembuhan luka
8)
Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ;
nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan
7.
Hipertermia
berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam dengan kriteria hasil:
§
Suhu: 36-37°C/axila
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§
Nadi
60-100x/mnt
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Anjurkan
untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)
Anjurkan
untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)
Anjurkan
untuk menggunakan pakaian yang tipis
R/ mengurangi rasa panas
5)
Beri
kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
6)
Kolaborasi/lanjutkan
pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Jual. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Jakarta: EGC
Gallo. 1995. Keperawatan Kritis, Jakarta: EGC
Moectyi, Sjahmien. 1997. Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Jakarta: Gramedia
Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty. 1995. Patofisiologi
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC
Smeltzer, suzanna C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Jakarta:
EGC
Susan, Martyn Tucker et al. 1998. Standar Perawatan Pasien, Jakarta: EGC
Doengoes,Marlyn
E,2000.Rencana Asuhan Keperawatan,Jakarta :EGC
Mansyoer,Arif,2001.Kapita Selekta Kedokteran,Jakarta : EGC
Sjaifoellah Noer,H.M. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi 3,
Jakarta: FKUI
Corwin, Elizabeth J. 2000. Handbook of Pathophysiology.
Lippincott-Raven Publishers. Philadelphia, U.S.A
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Suparman. 1987. Ilmu
Penyakit Dalam, jilid I Edisi II. Jakarta: FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar