Minggu, 13 Maret 2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATA PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS



   
A.      DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul (Iin Inayah, 2004).
Sirosis hati adalah penyakit hati menurun yang difusi di tandai dengan adanya pembentukan  Jaringan ikat disertai nodul, biasanya di mulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul (suzanne C.smeltzer & Brenda G. Bare.2001)
Sirosis hati adalaha prenyakit yang di tandai oleh adanya peradangan difusi dan menahun pada hati, Diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degerenasi dan regenerasi sel hati sehingga Timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Arif mansjoer, FKUI1999 )
Sirosis hepatic adalah penyakit kronis yang tidak diketahui sebabnya dengan pasti.Serosis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan hati dan dapat menyebabkan kuning karena terjadinya perubahan warna pada nodul-nodul hati yang terbentuk.

     B.      KLASIFIKASI
Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
  1. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata
  2. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul, yaitu:
1.      Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
2.      Mikronoduler (reguler, monolobuler)
3.      Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.
Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati atas:
1.      Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
2.      Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler, chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
3.      Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah menderita hepatitis.
Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
1.      Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis
2.      Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3.      Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.

     C.      ETIOLOGI
1.      Sirosis lanec: alkoholisme, hiperlipidemia
2.      Sirosis post nekrotik: hepatic virus (hepatic B).
3.      Sirosis biliaris:merupakan obstruksi post hepatic/penyumbatan batu empedu.
Factor predisposisi:
Hepatitis virus yang kronis
Penyakit biliar (empedu) yang berlangsung lama
Malnutrisi yang berhubungan dengan penyakti pankreatitis DM.

    D.      TANDA DAN GEJALA
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten. Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites.
Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal.
Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari. Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

     E.      PATOFISIOLOGI
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol, penurunan asupan protein uga dapat menimbulkan kerusakan pada hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi. Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.  

      F.      PATHWAY


    G.      KOMPLIKASI
Bila penyakit sirosis hati berlanjut progresif, maka gambaran klinis, prognosis, dan pengobatan tergantung pada 2 kelompok besar komplikasi :
1.      Kegagalan hati (hepatoseluler) : timbul spider nevi, eritema Palmaris, atrofi testis, ginekomastia, ikterus, ensefalopati, dll.
2.      Hipertensi portal : dapat menimbulkan splenomegali, pemekaran pembuluh vena esophagus/cardia, caput medusa, hemoroid, vena kolateral dinding perut.
Bila penyakit berlanjut maka dari kedua komplikasi tersebut dapat timbul komplikasi dan berupa :
a.       Asites.
b.      Ensefalopati.
c.       Peritonitis bacterial spontan.
d.      Sindrom hepatorenal.
e.       Transformasi kea rah kanker hati primer (hepatoma).

    H.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
b.      Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c.       Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
d.      Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.
e.       Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.
f.       Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.
2.      Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a.       Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.
b.      Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.
c.       Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.

       I.      PENATALAKSANAAN
Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.
1.      Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan control yang teratur, istirahat yang cukup, susunan TKTP.
2.      Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti : alcohol, dan obat-obatan lain dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alcohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Hemokromatosis, dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi atau terapi kelasi (desperioxamine). Dilakukan vanaseksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama setahun. Pada penyakit willson (penyakit metabolic yang diturunkan) diberikan D-penicilamine 20 mg/kg BB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum, dan menambah ekskresi melalui urine. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid, pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul.
a.       Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari dan total cairan 1,5 L/hari. Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4 x 25 mg/hari dinaikkan sampai total dosis 800 mg sehari, bila perlu dikombinasi dengan furosemid.
b.       Perdarahan varises esophagus. Pasien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan saluran cerna. Pertama melakukan pemangan NGT, disamping melakukan aspirasi cairan lambung. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100 x/menit atau Hb 9 g% dilakukan pemberian dekstrosa/salin dan tranfusi darah secukupnya. Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc cairan d 5 % atau salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali. Dilakukan pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan varises. Dapat dilakukan skleroterapi sesudah dilakukan endoskopi kalau ternyata perdarahan berasal dari pecahnya varises. Operasi pintas dilakukan pada child AB atau dilakukan transeksi esophagus (operasi Tannerso). Bila tersedia fasilitas dapat dilakukan foto koagulasi dengan laser dan heat probe. Bila tidak tersedia fasilitas diatas, untuk mencegah rebleeding dapat diberikan propanolol.
c.       Untuk ensefalopati dilakukan koreksi factor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada varises, dilakukan klisma, pemberian neomisin per oral. Pada saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi hati dengan menggunakan bahan Cadaveric Liver.
d.      Terapi yang diberikan berupa antibiotic seperti cefotaxime 2 g/8 jam I.V. amoxicillin, aminoglikosida.
e.       Sindrom hepatorenal/nefropati hepatic, terapinya adalah imbangan air dan garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antibiotic, dicoba melakukan parasentesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk memperbaiki aliran vena cava, sehingga timbul perbaikan pada curah jantung dan fungsi ginjal.

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS
PENGKAJIAN FOKUS

    A.      IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempet/tanggal lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
     B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
     C.      RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Operasi:
    D.      RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
     E.      PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat  sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minu; frekuensi, jenis, waktu, volume,porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatn seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minu; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3.      Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah BAB/BAK teratur; frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat BAB/BAK sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah BAB/BAK teratur; frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktifvitas?
Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (penkes, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5.Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7.Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8.Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
BagaimanA hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, n dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
      F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bedrest, terpasang infus
Tampak sakit sedang: bedrest, lemah, terpasang infus, alat medis
Tampak sakit berat:menggunakan oksigen, coma
2.      Kesadaran:
Kuantitatif:
Mata :
Spontan(4)
Atas permintaan(3)
Rangsang nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Verbal:
Orientasi baik(5)
Jawaban kacau(4)
Kata-kata sepatah(3)
Merintis/mengerang(2)
Tidak bersuara(1)
Motorik:
Menurut perintah(6)
Reaksi setempat(5)
Menghindar(4)
Fleksi abnormal(3)
Ekstensi nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Kualitatif: compos mentis, apatis,  somnolen, sopor, soporcoma, coma?
3.      Tanda vital:
T: hipertermi?
N: cepat, tidak teratur, frekuensi, irama,volume?
RR: cepat, irama, jenis, frekuensi,
TD:?
SPO:?
4.      Status gizi: TB, BB, BBN, BBI?
5.      Pemeriksaan sistemik:
Kepala:
Dada/paru-paru:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
Jantung:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
Abdomen:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
Ekstremitas :
    G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium darah?
2.      USG?
3.      Foto thorak?
4.      ECHO?
    H.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama oabat, dosis, waktu, rute, indikasi?
       I.      DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada
Intervensi:
1)      Monitor TTV; TD, N, RR
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klie
3)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
6)      Beri cukup nutrisi sesuai dngan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
2.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
Intervensi:
1)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
2)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
3)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
3.      Perfusi jaringan serebral/ferifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhamba
Intervensi:
1)      Monitor TTV; TD, N, RR
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor capiler refill
R/mengetahui status keadaan klien
3)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klie
4)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
7)      Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran klien
8)      Beri cukup nutrisi sesuai dngan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10)  Kolaborasi/lanjutkan therapi trasfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
11)  Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat proses penyembuhan
4.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi
I
ntervensi:
1)      Monitor berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan klien
2)      Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan klien
3)      Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan klien
4)      Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi klien
5)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
6)      Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
7)      Anjurkan klien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vit B12 &  tinggi protein & Vit C
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)      Monitor pemeriksaan Lab darah
R/untuk melihat hasil lab darah
3)      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
4)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)      Rawat luka setiap hari dengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)      Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan

DAFTAR PUSTAKA

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 2006, Nursing Interventions Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis
Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, EGC, Jakarta
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2001-2002,  NANDA
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke III. Jilid Ke 2. FKUI : Media Aesculapius.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC
Rudolf. 2006. Buku Ajar Pediatrik. Jakarta : EGC
Hasan, Rupseno. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar