A. DEFINISI KATARAK
Katarak merupakan kekeruhan yang terjadi pada lensa mata, sehingga
menyebabkan penurunan/gangguan penglihatan (Admin, 2009).
Katarak menyebabkan penglihatan menjadi berkabut/buram. Katarak
merupakan keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi
cairan lensa atau denaturasi protein lensa, sehingga pandangan seperti tertutup
air terjun atau kabut merupakan penurunan progresif kejernihan lensa, sehingga
ketajaman penglihatan berkurang (Corwin, 2000).
Definisi lain katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa
rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu (Iwan, 2009)
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998).
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998).
Katarak adalah proses terjadinya
opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari
proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn
Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa
kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat proses penuaan dapat
timbul pada saat kelahiran (katarak congenital). Dapat juga berhubungan dengan
trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemis seperti diabetes mellitus atau hipoparatiroidisme, pemejanan
radiasi, pemajanan yang lama sinar mata hari (sinar ultra violet), atau
kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Brunner & suddart, 2001).
Dari beberapa pengertian diatas yang telah dikemukakan
oleh para ahli, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa katarak adalah penurunan
progresif kejernihan lensa dan atau opasifikasi pada lensa yang pada normalnya
lensa tersebut jernih.
B. KLASIFIKASI KATARAK
Katarak dapat
diklasifikasikan menurut umur penderita:
1. Katarak Kongenital, sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan
oleh infeksi virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini
(Farmacia, 2009). Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum
atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak
kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama
akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital sering ditemukan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita penyakit rubela,
galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik,dan
histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya berupa
penyakit-penyakt herediter seperti mikroftlmus, aniridia, koloboma iris,
keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, displasia retina, dan megalo
kornea. Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan
riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubela pada kehamilan trimester pertama
dan pemakainan obat selama kehamilan. Kadang-kadang terdapat riwayat kejang,
tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil. Bila katarak disertai
uji reduksi pada urine yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat
galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayi prematur dan
gangguan sistem saraf seperti retardasi mental. Pemeriksaan darah pada katarak
kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan
diabetes melitus, fosfor, dan kalsium. Hampir 50 % katarak kongenital adalah
sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Pada pupil bayi yang menderita
katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria.
2. Katarak Juvenil, Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda, yang
mulai terbentuknya pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan.
Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak
juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan
penyakit lainnya.
3. Katarak Senil, setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile
biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan
nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia
lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Katarak Senil
sendiri terdiri dari 4 stadium, yaitu:
a. Stadium awal (insipien). Pada stadium awal (katarak insipien) kekeruhan
lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat
periksa. Pada saat ini seringkali penderitanya tidak merasakan keluhan atau gangguan
pada penglihatannya, sehingga cenderung diabaikan. Kekeruhan mulai dari tepi
ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior ( katarak
kortikal ). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak sub kapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior subkapsular posterior, celah
terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi jaringan degenerative(benda
morgagni)pada katarak insipient kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh
karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini
kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa
Mata Keruh, ed. 2,).
b. Stadium imatur. Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang
lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih
terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi hidrasi
kortek yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa
akan mmberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi mioptik. Kecembungan
ini akan mengakibatkan pendorongan iris kedepan sehingga bilik mata depan akan
lebih sempit.( (Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,)
c. Stadium matur. Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi
pengeluaran air bersama-sama hasil desintegrasi melalui kapsul. Didalam stadium
ini lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata
depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat
lensa berwarna sangat putih akibatperkapuran menyeluruh karena deposit kalsium
( Ca ). Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.( Ilyas, Sidarta
: Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,) .
d. Stadium hipermatur. Katarak yang terjadi akibatkorteks yang mencair
sehingga masa lensa ini dapat keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks
ini maka nukleus "tenggelam" kearah bawah (jam 6)(katarak morgagni).
Lensa akan mengeriput. Akibat masa lensa yang keluar kedalam bilik mata depan
maka dapat timbul penyulit berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik
(Ilyas, Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
4. Katarak Intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa
degenerative yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai
pembengkakan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga
bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan lensa
ini akan dapat memberikan penyulit glaucoma. Katarak intumesen biasanya terjadi
pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopi lentikularis. Pada
keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga akan mencembung dan daya
biasnya akan bertambah, yang meberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp
terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa. (Ilyas,
Sidarta : Katarak Lensa Mata Keruh, ed. 2,).
5. Katarak Brunesen. Katarak yang berwarna coklat sampai hitam (katarak nigra)
terutama pada lensa, juga dapat terjadi pada katarak pasien diabetes militus
dan miopia tinggi. Sering tajam penglihatan lebih baik dari dugaan sebelumnya
dan biasanya ini terdapat pada orang berusia lebih dari 65 tahun yang belum
memperlihatkan adanya katarak kortikal posterior. (Ilyas, Sidarta: Ilmu
Penyakit Mata, ed. 3).
Klasifikasi
katarak berdasarkan lokasi terjadinya:
1. Katarak Inti ( Nuclear ). Merupakan yang paling banyak terjadi. Lokasinya
terletak pada nukleus atau bagian tengah dari lensa. Biasanya karena proses
penuaan.
2. Katarak Kortikal. Katarak kortikal ini biasanya terjadi pada korteks. Mulai
dengan kekeruhan putih mulai dari tepi lensa dan berjalan ketengah sehingga
mengganggu penglihatan. Banyak pada penderita DM.
3. Katarak Subkapsular. Mulai dengan kekeruhan kecil dibawah kapsul lensa,
tepat pada lajur jalan sinar masuk. DM, renitis pigmentosa dan pemakaian
kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama dapat mencetuskan kelainan ini.
Biasanya dapat terlihat pada kedua mata.
C. ETIOLOGI KATARAK
Berbagai macam
hal yang dapat mencetuskan katarak antara lain (Corwin,2000):
1. Usia lanjut dan proses penuaan
2. Congenital atau bisa diturunkan.
3. Pembentukan katarak dipercepat oleh faktor lingkungan, seperti merokok atau
bahan beracun lainnya.
4. Katarak bisa disebabkan oleh cedera mata, penyakit metabolik (misalnya
diabetes) dan obat-obat tertentu (misalnya kortikosteroid).
Katarak juga
dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko lain, seperti:
1. Katarak traumatik yang disebabkan oleh riwayat trauma/cedera pada mata.
2. Katarak sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti:
penyakit/gangguan metabolisme, proses peradangan pada mata, atau diabetes
melitus.
3. Katarak yang disebabkan oleh paparan sinar radiasi.
4. Katarak yang disebabkan oleh penggunaan obat-obatan jangka panjang, seperti
kortikosteroid dan obat penurun kolesterol.
5. Katarak kongenital yang dipengaruhi oleh faktor genetik (Admin,2009).
D. TANDA DAN GEJALA KATARAK
Gejala subjektif
dari pasien dengan katarak antara lain:
1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta
gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi.
2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari.
Gejala objektif
biasanya meliputi:
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan
dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus
pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup.
2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Pengelihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih.
3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar
putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
Gejala umum
gangguan katarak meliputi:
1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
2. Gangguan penglihatan bisa berupa:
3. Peka terhadap sinar atau cahaya.
4. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia).
5. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
6. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
7. Kesulitan melihat pada malam hari
8. Melihat lingkaran di sekeliling cahaya atau cahaya terasa menyilaukan mata
9. Penurunan ketajaman penglihatan ( bahkan pada siang hari )
Gejala lainya
adalah :
1. Sering berganti kaca mata
2. Penglihatan sering pada salah satu mata.
3. Kadang katarak menyebabkan pembengkakan lensa dan peningkatan tekanan di
dalam mata ( glukoma ) yang bisa menimbulkan rasa nyeri.
E. PATHWAY KATARAK
F. PATOFISIOLOGI KATARAK
Metabolisme Lensa Normal. Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan
kation (sodium dan kalium). Kedua kation berasal dari humour aqueous dan
vitreous. Kadar kalium di bagian anterior lensa lebih tinggi di bandingkan
posterior. Dan kadar natrium di bagian posterior lebih besar. Ion K bergerak ke
bagian posterior dan keluar ke aqueous humour, dari luar Ion Na masuk secara
difusi dan bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion K dan keluar
melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan di
dalam oleh Ca-ATPase Metabolisme lensa melalui glikolsis anaerob (95%) dan
HMP-shunt (5%). Jalur HMP shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak
dan ribose, juga untuk aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase.
Aldose reduktse adalah enzim yang merubah glukosa menjadi sorbitol, dan
sorbitol dirubah menjadi fructose oleh enzim sorbitol dehidrogenase.
Lensa mengandung 65% air, 35% protein dan sisanya adalah mineral. Dengan
bertambahnya usia, ukuran dan densitasnya bertambah. Penambahan densitas ini
akibat kompresi sentral pada kompresi sentral yang menua. Serat lensa yang baru
dihasilkan di korteks, serat yang tua ditekan ke arah sentral. Kekeruhan dapat
terjadi pada beberapa bagian lensa. Kekeruhan sel selaput lensa yang terlalu
lama menyebabkan kehilangan kejernihan secara progresif, yang dapat menimbulkan
nyeri hebat dan sering terjadi pada kedua mata.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Keratometri
2. Pemeriksaan lampu slit
3. Oftalmoskopis
4. A-scan ultrasound (echography)
5. Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000
sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.
H. PENATALAKSANAAN KATARAK
Gejala-gejala yang timbul pada katarak yang masih ringan dapat
dibantu dengan menggunakan kacamata, lensa pembesar, cahaya yang lebih
terang, atau kacamata yang dapat meredamkan cahaya. Pada tahap ini tidak
diperlukan tindakan operasi.
Tindakan operasi katarak merupakan cara yang efektif untuk memperbaiki
lensa mata, tetapi tidak semua kasus katarak memerlukan tindakan operasi.
Operasi katarak perlu dilakukan jika kekeruhan lensa menyebabkan penurunan
tajam pengelihatan sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Operasi katarak dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika katarak terjadi
berbarengan dengan penyakit mata lainnya, seperti uveitis yakni adalah
peradangan pada uvea. Uvea (disebut juga saluran uvea) terdiri dari 3 struktur:
1. Iris : cincin berwarna yang melingkari pupil yang berwarna hitam.
2. Badan silier : otot-otot yang membuat lensa menjadi lebih tebal sehingga
mata bisa fokus pada objek dekat dan lensa menjadi lebih tipis sehingga mata
bisa fokus pada objek jauh.
3. Koroid : lapisan mata bagian dalam yang membentang dari ujung otot silier
ke saraf optikus di bagian belakang mata. Sebagian atau seluruh uvea bisa
mengalami peradangan. Peradangan yang terbatas pada iris disebut iritis, jika
terbatas pada koroid disebut koroiditis. Juga operasi katarak akan dilakukan
bila berbarengan dengan glaukoma, dan retinopati diabetikum. Selain itu jika
hasil yang didapat setelah operasi jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan
risiko operasi yang mungkin terjadi. Pembedahan lensa dengan katarak dilakukan
bila mengganggu kehidupan social atau atas indikasi medis lainnya.( Ilyas,
Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3).
Indikasi
dilakukannya operasi katarak :
1. Indikasi sosial: jika pasien mengeluh adanya gangguan penglihatan dalam
melakukan rutinitas pekerjaan.
2. Indikasi medis: bila ada komplikasi seperti glaucoma.
3. Indikasi optik: jika dari hasil pemeriksaan visus dengan hitung jari dari
jarak 3 m didapatkan hasil visus 3/60
4. Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu:
5. ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction) yaitu dengan mengangkat semua
lensa termasuk kapsulnya. Sampai akhir tahun 1960 hanya itulah teknik operasi
yg tersedia.
6. ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) terdiri dari 2 macam yakni
ü Standar ECCE atau planned ECCE dilakukan dengan mengeluarkan lensa secara
manual setelah membuka kapsul lensa. Tentu saja dibutuhkan sayatan yang lebar
sehingga penyembuhan lebih lama.
ü Fekoemulsifikasi (Phaco Emulsification). Bentuk ECCE yang terbaru dimana
menggunakan getaran ultrasonic untuk menghancurkan nucleus sehingga material
nucleus dan kortek dapat diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. Operasi katarak ini
dijalankan dengan cukup dengan bius lokal atau menggunakan tetes mata anti
nyeri pada kornea (selaput bening mata), dan bahkan tanpa menjalani rawat inap.
Sayatan sangat minimal, sekitar 2,7 mm. Lensa mata yang keruh dihancurkan
(Emulsifikasi) kemudian disedot (fakum) dan diganti dengan lensa buatan yang
telah diukur kekuatan lensanya dan ditanam secara permanen. Teknik bedah
katarak dengan sayatan kecil ini hanya memerlukan waktu 10 menit disertai waktu
pemulihan yang lebih cepat.
Pascaoperasi pasien diberikan tetes mata steroid dan antibiotik jangka
pendek. Kacamata baru dapat diresepkan setelah beberapa minggu, ketika bekas
insisi telah sembuh. Rehabilitasi visual dan peresepan kacamata baru dapat
dilakukan lebih cepat dengan metode fakoemulsifikasi. Karena pasien tidak dapat
berakomodasi maka pasien akan membutuhkan kacamata untuk pekerjaan jarak dekat
meski tidak dibutuhkan kacamata untuk jarak jauh. Saat ini digunakan lensa
intraokular multifokal. Lensa intraokular yang dapat berakomodasi sedang dalam
tahap pengembangan
Apabila tidak terjadi gangguan pada kornea, retina, saraf mata atau masalah
mata lainnya, tingkat keberhasilan dari operasi katarak cukup tinggi, yaitu
mencapai 95%, dan kasus komplikasi saat maupun pasca operasi juga sangat jarang
terjadi. Kapsul/selaput dimana lensa intra okular terpasang pada mata orang
yang pernah menjalani operasi katarak dapat menjadi keruh. Untuk itu perlu
terapi laser untuk membuka kapsul yang keruh tersebut agar penglihatan dapat
kembali menjadi jelas.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Anamnesa. Anamnesa
yang dapat dilakukan pada klien dengan katarak adalah :
1. Identitas / Data demografi
Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar
matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan
dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien.
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain:
ü Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak).
ü Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah
ü Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film
ü Perubahan daya lihat warna
ü Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan
mata
ü Lampu dan matahari sangat mengganggu
ü Sering meminta ganti resep kaca mata
ü Lihat ganda
ü Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia)
ü Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sistemik yang di miliki oleh pasien seperti
ü DM
ü Hipertensi
ü Pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko
katarak.
ü Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,
ü Ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada
radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin.
5. Kaji riwayat alergi
6. Riwayat Kesehatan Keluarga . Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan
sistem vaskuler, kaji riwayat stress,
Pemeriksaan
fisik
Inspeksi : Dalam
inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa
mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan
oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45
derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar
pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh
dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan
pupil terjadi pada katarak matur.
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan
sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf
atau penglihatan ke retina ayau jalan optic.
2. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat
atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme.
3. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik /
infeksi
4. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan
aterosklerosis.
5. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan peersepsi sensori-perseptual penglihatan b.d gangguan
penerimaan sensori/status organ indera, lingkungna secara terapetik dibatasi.
Ditandai dengan : Menurunnya ketajaman penglihatan, perubahan respon biasanya
terhadap rangsang.
2. Kecemasan b.d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d prosedur invasive pengangkatan katarak
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan b.d tidak
mengenal sumber informasi, salah intrepetasi, kurangnya mengingat, keterbatasan
kognitif
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth.(2001).Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3, Jakarta
: EGC
Barbara C, Long.(1996). Perawatan medikal bedah,Jakarta : EGC
Corwin, J Elizabeth.(2000). “buku saku patofisiologi”,Jakarta : EGC
Doenges, E. Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3, Jakarta
: EGC
Ilyas,
Sidarta. 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar