A. PENGERTIAN
Acquired Immune Defiency Syndrome
(AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang dapat disebabkan oleh Human
Immuno Deficiency Virus (HIV). Virus dapat ditemukan dalam cairan tubuh
terutama pada darah, cairan vagina, cairan sperma, cairan Air Susu Ibu. Virus
tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia dengan mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi (Pedoman
Nasional Perawat, Dukungan Dan Pengobatan Bagi ODHA, Jakarta, 2003).
Human Immuno Deficiency Virus (HIV)
adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan kemudian
menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang
disebut T. Limfosit atau “sel T-4” atau disebut juga “sel CD – 4”(100
Pertanyaan Seputar HIV / AIDS Yang Perlu Anda Ketahui, Medan, 2006).
AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana mengalami
penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah 200 atau kurang )dan
memiliki antibodi positif terhadap HIV (Doenges, 1999).
AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir
dari infeksi oleh HIV (Sylvia, 2005).
AIDS singkatan dari Acquired Immuno
Defeciency Syndrome.Acquired berarti diperoleh karena orang hanya menderita
bila terinfeksi HIV dari orang lain yang sudah terinfeksi. Immuno berarti sistem
kekebalan tubuh, Defeciency berarti
kekurangan yang menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome berarti kumpulan gejala atau
tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin disebabkan oleh satu penyakit
atau mungkin juga tidak yang sebelum penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi
AIDS adalah kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Gallant. J 2010).
B. ETIOLOGI
Penyebab adalah golongan virus retro
yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan
pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai
virus kurang pathogen dibandingkan dengan HIV Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1.
Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2.
Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes
illness.
3.
Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4.
Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5.
AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.
6.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita.
Yang termasuk kelompok resiko
tinggi adalah :
1.
Lelaki
homoseksual atau biseks.
2.
Bayi dari
ibu/bapakterinfeksi.
3.
Orang yang
ketagian obat intravena
4.
Partner seks
dari penderita AIDS
5.
Penerima darah
atau produk darah (transfusi).
C.
TANDA
DAN GEJALA
Menurut WHO:
1.
Gejala mayor
a.
Penurunan BB
≥ 10%
b.
Demam
memanjang atau lebih dari 1 bulan
c.
Diare kronis
d.
Tuberkulosis
2.
Gejala minor
a.
Koordinasi
orofaringeal
b.
Batuk
menetap lebih dari 1 bulan
c.
Kelemahan
tubuh
d.
Berkeringat
malam
e.
Hilang nafsu
makan
f.
Infeksi
kulit generalisata
g.
Limfodenopati
h.
Herpes
zoster
i.
Infeksi
herpes simplek kronis
j.
Pneumonia
k.
Sarkoma
kaposi
3.
Manifestasi
klinis
a.
Angiomatosis
b.
Kandidiosis
orofaringeal
c.
Kandidiasis
vulvovaginal
d.
Displasisa
leher rahim
e.
Herpes
zoster
f.
Purpura
idiopatik trombositopenik
g.
Kandidiasis
esophagus
4.
Manifestasi
Klinis
Stadium
|
Skala Aktivitas Gambaran Klinis
|
I
|
Asimptomatic, aktivitas normal
a. Asimptomatic
b. Limfodenopati
generalisata
|
II
|
Simptomatic, aktivitas normal
a. BB
menurun < 10%
b. Kelainan
kulit dan mukosa yang ringan seperti: dermatitis, pruigo, ulkus oral,
seboroik, onikomikosis yang rekuren dan kheilitis angularis
c. Herpes
zoster dalam 5 tahun terakhir
d. Infeksi
saluran afas bagian atas seperti: sinusitis bakteriaslis
|
III
|
Pada umumnya lemah, aktivitas di
tempat tidur kurang dari 50%
a. BB
> 10%
b. Diare
kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam
berkepanjangan lebih dari 1 bulan
d. Kandidiasi
orofaringeal
e. Oral
hairy leukoplakia
f. TB
Paru dalam tahun terakhir
g. Infeksi
bacterial yang berat seperti: pneumonia dan piomiositish
|
IV
|
Pada umumnya sangat lemah,
aktivitas di tempat tidur lebih dari 50%
a. HIV
wasting syndrome seperti: yang didefenisikan oleh CDC
b. Pneumonia
pneumocytis carinii
c. Toksoplasmosis
otak
d. Diare
kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan
e. Retinitis
virus sitomegalo
f. Kriptokokosis
extra pulmonal
g. Herpes
simplex mukokutan > 1 bulan
h. Leukoensepalopati
multifokal progresif
i. Mikosis
disminata seperti histoplasmosis
j. Kandidiasis
disofags, trakea, bronkus dan paru
k. Mikobakteriasis
atipikal diseminata
l. Septisemia
salmonelosis nontifoid
m. Tuberkulosis
di luar paru
n. Limfoma
o. Sarkoma
kaposi
|
D. PATHWAY
E. PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari benda
asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari binatang
maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal (immune
response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu :
Kekebalan humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai
cara tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh.
“ber-aksi” bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas atau
berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama menginfeksi
sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+) mencakup monosit,
makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh, benda asing ini
segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper menempel pada
benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan HIV bisa
pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T
helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV
kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor
ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus memindahkan
HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan menginjeksikan dua
utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase, HIV
akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini akan disatukan ke
dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan, genom
dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T helper
sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan biakan sel T
helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena infeksi virus
lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper dan menyerang
sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T helper sudah lumpuh
maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B dan sel fagosit
lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan Kekebalan.
F. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV
:
a. ELISA
b. Western blot
c. P24 antigen test
d. Kultur HIV
2. Tes untuk deteksi gangguan
system imun.
a. Hematokrit.
b. LED
c. CD4 limfosit
d. Rasio CD4/CD limfosit
e. Serum mikroglobulin B2
f. Hemoglobulin
G.
PENATALAKSANAAN
1.
Apabila
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu (Endah
Istiqomah : 2009) :
a.
Pengendalian
Infeksi Opurtunistik. Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan
infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b.
Terapi AZT
(Azidotimidin). Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT
tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT
tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif
asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c.
Terapi Antiviral
Baru. Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah : Didanosine, Ribavirin, Diedoxycytidine, Recombinant CD 4
dapat larut
d.
Vaksin dan
Rekonstruksi Virus. Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman
dan keberhasilan terapi AIDS.
2.
Diet. Penatalaksanaan
diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
a.
Tujuan Umum Diet
Penyakit HIV/AIDS adalah:
1).
Memberikan
intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan seluruh aspek dukungan
gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.
2).
Mencapai dan
mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang diharapkan, terutama
jaringan otot (Lean Body Mass).
3).
Memenuhi
kebutuhan energy dan semua zat gizi.
4).
Mendorong
perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.
b.
Tujuan Khusus
Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
1).
Mengatasi gejala
diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
2).
Meningkatkan
kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat pada: pasien dapat
membedakan antara gejala anoreksia, perasaan kenyang, perubahan indra pengecap
dan kesulitan menelan.
3).
Mencapai dan
mempertahankan berat badan normal.
4).
Mencegah
penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan otot).
5).
Memberikan
kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat sesuai dengan kemampuan
makan dan jenis terapi yang diberikan.
c.
Syarat-syarat
Diet HIV/AIDS adalah:
1).
Energi tinggi.
Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor stres, aktivitas fisik,
dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan
Suhu 1°C.
2).
Protein tinggi,
yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti jaringan sel tubuh yang
rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
3).
Lemak cukup,
yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis lemak disesuaikan dengan
toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan
rantai sedang (Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3)
diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
4).
Vitamin dan
Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan
(AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan
Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis
harus dihindari karena dapat menekan
kekebalan tubuh.
5).
Serat cukup;
gunakan serat yang mudah cerna.
6).
Cairan cukup,
sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi menelan, pemberian
cairan harus hati-hati dan diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai.
Konsistensi cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi
thick fluid) dan cair (thin fluid).
7).
Elektrolit.
Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti (natrium, kalium
dan klorida).
8).
Bentuk makanan
dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan
cara pendekatan perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien.
Apabila terjadi penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian
makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau makanan selingan.
9).
Makanan
diberikan dalam porsi kecil dan sering.
d.
Jenis Diet dan
Indikasi Pemberian. Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena
infeksi HIV, yaitu kepada pasien dengan:
1).
Infeksi HIV
positif tanpa gejala.
2).
Infeksi HIV
dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare, kesulitan menelan, sariawan
dan pembesaran kelenjar getah bening).
3).
Infeksi HIV
dengan gangguan saraf.
4).
Infeksi HIV
dengan TBC.
5).
Infeksi HIV
dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara
oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya
dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga
macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.
1. Diet AIDS I. Diet AIDS I diberikan kepada pasien
infeksi HIV akut, dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak
nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat
diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa
hari sesuai dengan keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada
kesulitan menelan, makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk
kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat
sendiri atau menggunakan makanan enteral
komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi, zat besi, tiamin
dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak energy dapat ditambahkan glukosa
polimer (misalnya polyjoule).
2. Diet AIDS II. Diet AIDS II diberikan sebagai
perpindahan Diet AIDS I setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam
bentuk saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan.
Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau
sonde sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3. Diet AIDS III. Diet AIDS III diberikan sebagai
perpindahan dari Diet AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa
gejala. Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan
sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral. Apabila kemampuan
makan melalui mulut terbatas dan masih terjadi
penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan sonde sebagai
makanan tambahan atau makanan utama.
H.
KOMPLIKASI
1. Oral Lesi. Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma
Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik. Kompleks dimensia AIDS karena serangan
langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi
social.
a.
Enselophaty
akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise,
demam, paralise, total / parsial.
b.
Infark serebral
kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
c.
Neuropati karena
imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV).
3. Gastrointestinal
a.
Diare karena
bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
b.
Hepatitis karena
bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
c.
Penyakit
Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi. Infeksi karena Pneumocystic Carinii,
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek
nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik. Lesi kulit stafilokokus : virus herpes
simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma,
dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a.
Pandangan :
Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b.
Pendengaran :
otitis eksternal aku
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian
keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
1. Aktivitas / istirahat. Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, malaise
2. Sirkulasi. Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
3. Integritas ego. Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa,
depresi, marah, menangis.
4. Elimiinasi. Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal,
absesrektal.
5. Makanan / cairan. Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada
rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
6. Neurosensori. Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk,
apatis, dan respon melambat.
7. Nyeri / kenyamanan. Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada
sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian
yangsakit.
8. Pernafasan. Batuk, Produktif / non
produktif, takipnea, distres pernafasan.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyutnadi,kejang otot, ataksia, lemah otot dan
gelisah.
Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah rileks,dapat
tidur atau beristirahat secara adekuat.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas, frekuensi dan waktu.
Tandai gejala nonverbal misalnya gelisah, takikardia, meringis.
|
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan komplikasi.
|
Instruksikan pasien untuk menggunakan visualisasi atau imajinasi,
relaksasi progresif, teknik nafas dalam.
|
Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
|
Dorong pengungkapan perasaan
|
Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit, sehingga persepsi akan
intensitas rasa sakit.
|
Berikan analgesik atau antipiretik narkotik. Gunakan ADP (analgesic yang
dikontrol pasien) untuk memberikan analgesia 24 jam.
|
M,emberikan penurunan nyeri/tidak nyaman, mengurangi demam. Obat yang
dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam dapat mempertahankan kadar analgesia
darah tetap stabil, mencegah kekurangan atau kelebihan obat-obatan.
|
Lakukan tindakan paliatif misal pengubahan posisi, masase, rentang gerak
pada sendi yang sakit.
|
Meningkatkan relaksasi atau menurunkan tegangan otot.
|
2. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan
rongga bukal.
Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau
memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang
diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari
tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
INTERIVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Kaji kemampuan untuk mengunyah, perasakan dan menelan.
|
Lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan
kemampuan pasien untuk mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
|
Auskultasi bising usus
|
Hopermotilitas saluran intestinal umum terjadi dan dihubungkan dengan
muntah dan diare, yang dapat mempengaruhi pilihan diet atau cara makan.
|
Rencanakan diet dengan orang terdekat, jika memungkinakan sarankan
makanan dari rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi sering berupa makanan
padat nutrisi, tidak bersifat asam dan juga minuman dengan pilihan yang
disukai pasien. Dorong konsumsi makanan berkalori tinggi yang dapat
merangsang nafsu makan
|
Melibatkan orang terdekat dalam rencana member perasaan control
lingkungan dan mungkin meningkatkan pemasukan. Memenuhi kebutuhan akan
makanannonistitusional mungkin juga meningkatkan pemasukan.
|
Batasi makanan yang menyebabkan mual atau muntah. Hindari menghidangkan
makanan yang panas dan yang susah untuk ditelan
|
Rasa sakit pada mulut atau ketakutan akan mengiritasi lesi pada mulut
mungkin akan menyebabakan pasien enggan untuk makan. Tindakan ini akan berguna
untuk meningkatakan pemasukan makanan.
|
Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium, misal BUN, Glukosa, fungsi hepar,
elektrolit, protein, dan albumin.
|
Mengindikasikan status nutrisi dan fungsi organ, dan mengidentifikasi
kebutuhan pengganti.
|
Berikan obat anti emetic misalnya metoklopramid.
|
Mengurangi insiden muntah dan meningkatkan fungsi gaster
|
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat. Hasil
yang diharapkan : mempertahankan hidrasi
dibuktikan oleh membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran
urine adekuat secara pribadi.
INTERVESI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Pantau pemasukan oral dan pemasukan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.
|
Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus dan melembabkan
membrane mukosa.
|
Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah
ditoleransi oleh pasien dan yang menggantikan elektrolit yang dibutuhkan,
misalnya Gatorade.
|
Meningkatkan pemasukan cairan tertentu mungkin terlalu menimbulkan nyeri
untuk dikomsumsi karena lesi pada mulut.
|
Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
|
Indicator tidak langsung dari status cairan.
|
Hilangakan makanan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas,
berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang diberikan berselang jika dibutuhkan
|
Mungkin dapat mengurangi diare
|
Nerikan obat-obatan anti diare misalnya ddifenoksilat (lomotil),
loperamid Imodium, paregoric.
|
Menurunkan jumlah dan keenceran feses, mungkin mengurangi kejang usus dan
peristaltis.
|
4. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan). Hasil yang
diharapkan : mempertahankan pola nafas
efektif dan tidak mengalami sesak nafas.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Auskultasi bunyi nafas, tandai
daerah paru yang mengalami penurunan, atau kehilangan ventilasi, dan
munculnya bunyi adventisius. Misalnya krekels, mengi, ronki.
|
Memperkirakan adanya perkembangan komplikasi atau infeksi pernafasan,
misalnya pneumoni,
|
Catat kecepatan pernafasan, sianosis, peningkatan kerja pernafasan dan
munculnya dispnea, ansietas
|
Takipnea, sianosis, tidak dapat beristirahat, dan peningkatan nafas,
menuncukkan kesulitan pernafasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan atau intervensi medis
|
Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan pasien untuk berbalik, batuk,
menarik nafas sesuai kebutuhan.
|
Meningkatkan fungsi pernafasan yang optimal dan mengurangi aspirasi atau
infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis.
|
Mempertahankan oksigenasi efektif untuk mencegah atau memperbaiki krisis
pernafasan
|
5. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme
ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau berlebihan,
ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan
ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi. Hasil yang diharapkan : melaporkan peningkatan energy,
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
INTERVENSI KEPERAWATAN
|
RASIONAL
|
Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam proses berpikir atau
berperilaku
|
Berbagai factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur,
tekanan emosi, dan efeksamping obat-obatan
|
Rencanakan perawatan untuk menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas
pada waktu pasien sangat berenergi
|
Periode istirahat yang sering sangat yang dibutuhkan dalam memperbaiki
atau menghemat energi. Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif saat
energy lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan control
diri.
|
Dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, misalnya perawatan
diri, duduk dikursi, berjalan, pergi makan
|
Memungkinkan penghematan energy, peningkatan stamina, dan mengijinkan
pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.
|
Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misal perubahan TD,
frekuensi pernafasan atau jantung
|
Toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status
nutrisi, keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.
|
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi
|
Latihan setiap hari terprogram dan aktifitas yang membantu pasien
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan tonus otot
|
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media
Sculapius
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep
Klinis Proses – Proses Penyakit . Jakarta : EGC
Departemen Kesehatan republik Indonesia Direktorat Jendral Pemberantasan
Penyakit Meular Dan Penyehatan Lingkungan. 2004. Pedoman Nasional
Terapi
Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan
Departemen RI. 2003. Buku Pedoman Untuk Petugas Kesehatan Dan Petugas
Lainnya
Doenges Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : EGC
Suzanne C Smeltzer.2001. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta :
EGC
Umar Zein. 2006. 100 Pertanyaan Seputar HIV / AIDS Yang Anda Ketahui,Medan
: USU Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar