A.
PENGERTIAN
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).
Diabitus Militus adalah gangguan metabolisme kronik, dimana secara absolut atau relative kekurangan insuline endogen yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
B.
ETIOLOGI
1. Diabetes Tipe I (
Insulin Dependen Diabitus Militus )
a.
Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I
itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke
arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu
yang memiliki tipe antigen HLA.
b.
Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, Yaitu oto antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan
insulin endogen.
c.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II ((
Non Insulin Dependent Diabitus Militus )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum
diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
a.
Usia (resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.
Obesitas
c.
Riwayat keluarga
C.
KLASIFIKASI / TIPE DIABITUS
MILITUS
|
TIPE I
|
TIPE II
|
Sinonim
|
Juvenile, Brittle diabitus
|
Adult Diabitus, Mild diabitus
|
a.
Umur
|
< 30 tahun
|
> 35 tahun
|
b.
Produk insulin
|
Tidak ada/
sedikit
|
Kurang, normal, meningkat.
|
c.
Insiden
|
10 %
|
85 – 90 %
|
d.
Ketosis
|
Lebih besar terjadi
|
Tidak terjadi
|
e.
Injeksi insulin
|
Perlu
|
20-30 % klien perlu
|
f.
BB
g.
Managemen
|
Ideal, kurus
Diet, Olah raga,
insulin
|
80 % obesitas
Diet, olah raga, oral/insulin
|
D.
PATOFISIOLOGI
Hormon insulin merupakan hormon anabolik yang diproduksi sel beta kelenjar pankreas rata 0,6 U / kg berat badan, berfungsi menurunkan glukosa darah (Lewis, 2000). Mekanisme kerja hormon insulin yaitu meningkatkan transport glukosa ke dalam sel, meningkatkan sintesis protein (mencegah katabolisme protein otot), meningkatkan sintesis lemak (mencegah lipolisis) dan menyimpan glukosa menjadi glikogen di dalam hepar( Donna, 1992).
Penurunan produksi, malfungsi reseptor hormon insulin atau adanya antibodi insulin yang terjadi pada penderita diabitus militus, dapat mengakibatkan gangguan metabolisme yaitu terjadi penurunan transport glukosa ke dalam sel, peningkatan katabolisme protein otot dan lipolisis.
Diabitus Militus Type I(IDDM)
Tipe I dikarakteristikkan adanya destruksi(kerusakan) sel beta pankreas yang disebabkan respon aoutoimun dan infeksi virus mumps (Lewis, 2000). Sehingga produksi hormon insulin tidak ada, yang berakibat terjadi penurunan transport glukosa ke dalam sel. Tidak adanya transport glukosa ke dalam sel akan mengakibatkan “starvation cell” yang akan merangsang sekresi hormon yang memiliki efek antiinsulin yaitu glukagon, epinephrin, cortisol dan somatostatin (Donna, 1992). Hormon anti insulin dapat meningkatkan glukosa darah dengan berbagai mekanisme kerjanya masing - masing sehingga menimbulkan hiperglikemia, adanya benda keton yang dapat mengakibatkan diuresis osmotik. DM tipe I cenderung mengalami komplikasi diabetik ketoasidosis bila dipicu adanya infeksi, trauma, pembedahan dan faktor yang memerlukan energi berlebihan (Nancy, 1998).
Diabitus Militus Type II (NIDDM)
Tipe 2 merupakan tipe yang sering dijumpai yaitu sekitar 90 % dari jumlah penderita diabitus militus. Peningkatan kadar glukosa darah disebabkan karena penurunan responsifitas jaringan terhadap insulin karena destruksi reseptor insulin, penurunan sekresi insulin. Peningkatan kadar gllukosa darah karena tidak terjadi transport glukosa ke dalam sel. Sedangkan proses sintesis lemak dan sintesis protein masih tetap berjalan, sehingga sering penderita tipe 2 memiliki berat badan berlebihan(obesitas). Komplikasi akut dari tipe 2 yang umum yaitu terjadi hiperosmolar hiperglikemia non ketogenik(HHNK). Jarang tipe mengalami diabetik ketoasidosis, tetapi bila mana mendapatkan stresor yang berlebihan, dapat juga mengalami DKA meskipun sangat kecil kemungkinannya (Lewis, 2000)
Penderita diabitus militus dapat mengalami komplikasi diberbagai sistem organ dan bersifat akut maupun kronik. Komplikasi akut meliputi diabetik ketoasidosis (IDDM), hiperosmolar hiperglikemi non ketogenik (NIDDM) dan komplikasi hipoglikemia karena efek terapi insulin. Komplikasi kronik meliputi mikroangiopati (nephropati, retinopati dan neuropati) dan makroangiopati (CAD, stroke, penyakit pembuluh darah perifer).
E.
PATHWAY
F.
MANIFESTASI KLINIK
1.
Gejala kalsik / kardianal
adalah
2.
Polyuria
3.
Polidipsi
4.
Poly pagi
5.
Berat badan kurus( IDDM)
6.
Obesitas ( NIDDM)
7.
Gula darah lebih atau sama 200
mg/100 ml.
8.
Gejala komplikasi
G.
PENATALAKSANAAN .
1.
Pemberian oral hipoglicemia(
NIDDM)
2.
Pemberian insuline
3.
Pengaturan Diit
4.
Perubahan perilaku
5.
Pencegahan /penanganan
komplikasi
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DM
A.
IDENTITAS PASIEN
B.
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.
RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
1. Penyakit yang pernah diderita: DM?
2. Kebiasaan buruk: Miras, merokok?
3. Penyakit keturunan: DM?
4. Operasi: Pankreas?
D. RIWAYAT
KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: Pusing, sesak,
mual, muntah?
E. PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
§ Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
§ Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
§ Tanda dan gejala apa yang sering muncul
jika terjadi rasa sakit?
2.
Nutrisi dan metabolik
§ Haus dan banyak minum( poli dipsi)
§ Lapar terus dan banyak makan
§ Ketosis
§ Mual/muntah
3.
Eliminasi
§ Poli uria
§ Constipasi, diare
§ Nocturia
4.
Aktivitas dan latihan
§ Lemah mendadak/ perlahan
§ Lelah dan mengantuk.
5.
Tidur dan istirahat
§ Tidur terganggu karena nocturia
6.
Kognitif dan persepsi sensori
§ Kepala pusing, hipotensi postural
§ Nyeri abdomen
§ Penglihatan kabur/ganda
§ Kram otot
§ Hilang rasa ektremitas
F.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :
2. Kesadaran :
3. Tanda-tanda vital :
4. Status gizi :
5. Pemeriksaan Head to toe
a. Kulit, rambut, dan kuku:
1)
Inspeksi warna kulit, jaringan
parut, lesi dan vaskularisasi
2)
Inspeksi rambut lihat
penyebaran/distribusi
3)
Inspeksi dan palpasi kuku
tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
4)
Palasi
kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.
Kepala:
1)
Atur pasien dalam posisi duduk
atau berdiri (tergantung kondisi pasien). Bila pasien menggunakan alat bantu
lepaskan
2)
Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi,
massa)
3)
Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke
bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk
kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.
Mata:
1)
Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan
kesimetrisannya
2)
Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau
jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3)
Inspeksi konjungtiva dan sklera
dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)
Inspeksi kornea (kejernihan dan
tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya
tidak langsung.
5)
Inspeksi pupil terhadap sinar
cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan
reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)
Inspeksi iris terhadap bentuk
dan warna
7)
Inspeksi dan palpasi kelenjar
lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)
Uji ketajaman penglihatan
(visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa
berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)
Uji reflek kornea dengan
menyentuh aplikator kapas steril ke arah kornea (nervus trigeminnalis).
10)
Uji lapang pandang dengan
pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
11)
Uji gerakan mata pada delapan
arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus
okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
12) Tes buta warna
dengan isihara.
d.
Hidung:
1)
Inspeksi hidung eksterna dengan
melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang
keluar.
2)
Palpasi lembut batang dan
jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan
nyeri, massa
dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)
Periksa patensi neres dengan
meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui
hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau
(nervus olfaktorius).
4)
Masukkan spekulum hidung dengan
minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan,
massa, dan pembengkakan.
e.
Telinga:
1)
Inspeksi kesimetrisan dan letak
telinga
2)
Inspeksi telinga luar, ukuran,
bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)
Palpasi kartilago telinga untuk
mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah
daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)
Palpasi tulang telinga
(prosesus mastoideus)
5)
Tarik daun teinga secara
perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah,
kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6)
Uji fungsi pendengaran dengan
menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.
Mulut dan faring:
1)
Inspeksi warna dan mukosa
bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)
Minta pasien membuka mulut,
jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan
adanya caries.
3)
Minta pasien buka mulut,
inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus
hipoglosus)
4)
Inspeksi faring terhadap warna,
lesi, peradangan tonsil
5)
Melakukan pemeriksaan pembedaan
rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)
Meminta pasien menelan dan
membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)
Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.
Leher:
1)
Inspeksi bentuk leher,
kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
2)
Inspeksi gerakan leher ke kanan
dan ke kiri (nervus aksesorius)
3)
Inspeksi kelenjar tiroid dengan
minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal
(normalnya tidak dapat dilihat)
4)
Palpasi kelenjar limfe/kelenjar
getah bening
5)
Palpasi kelenjar tiroid
h.
Thorak dan tulang belakang:
1)
Inspeksi kelainan bentuk thorak
(barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)
Inspeksi kelainan bentuk tulang
belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)
Palpasi adanya krepitus pada
kosta
4)
Khusus pasien wanita dilakukan
pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.
Paru posterior:
1)
Posisi pasien
duduk/berdiri/berbaring jika memungkinkan. Inspeksi kesimetrisan paru.
2)
Palpasi (taktil fremitus)
dengan meminta pasien menyebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777).
Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)
Perkusi dari puncak paru ke
bawah (supraskapularis 3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat
suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
4)
Auskultasi bunyi paru saat
inspirasi dan ekspirasi (vesikuler, bronkhovesikuler, bronchial, tracheal;
suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.
Paru lateral:
1)
Inspeksi kesimetrisan paru
2)
Palpasi (taktil fremitus)
dengan meminta pasien menyebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777).
Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)
Perkusi dari puncak paru ke
bawah, catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
4)
Auskultasi buyi paru saat
inspirasi dan ekspirasi (vesikuler, bronkhovesikuler, bronchial, tracheal;
suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
k.
Paru anterior:
1)
Minta pasien posisi
supine/duduk. Inspeksi kesimetrisan paru
2)
Palpasi (taktil fremitus)
dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777).
Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)
Palpasi pengembangan paru
dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien
bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua
ibu jari.
4)
Perkusi dari puncak paru ke
bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat
suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5)
Auskultasi bunyi paru saat
inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara
abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
l.
Jantung dan pembuluh darah:
1)
Posisi tidur pasien
supine/duduk. Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2)
Palpasi area aorta pada
interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari
ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5
kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri
(denyut apkal).
3)
Perkusi untuk mengetahui batas
jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)
Auskultasi bunyi jantung I dan
II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)
Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan
denyut nadi.
m.
Abdomen:
1)
Inspeksi dari depan dan samping
pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2)
Auskultasi 4 kuadran
(peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)
Palpasi: epigastrium, lien,
hepar, ginjal, dan suprapubik.
4)
Perkusi: 4 kuadran (timpani,
hipertimpani, pekak)
5)
Melakukan pemeriksaan turgor
kulit abdomen
6)
Mengukur lingkar perut
n.
Genitourinari:
1)
Inspeksi anus (kebersihan,
lesi,massa,perdarahan)
dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui
pembesaran prostat).
2)
Inspeksi alat kelamin/genitalia
wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3)
Inspeksi alat kelamin/genitalia
pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan
ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)
Palpasi skrotum dan testis
sudah turun atau belum
o.
Ekstremitas:
1)
Inspeksi ekstremitas atas dan
bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)
Palpasi: tonus otot, kekuatan
otot
3)
Kaji sirkulasi: akral
hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)
Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)
Kaji reflek fisiologis: bisep,
trisep, patela, arcilles
6)
Kaji reflek patologis: reflek
plantar (babinsky)
p.
Neurologi:
1)
Tes keseimbangan (tes Ronberg)
2)
Uji fungsi saraf sensorik
G.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
3)
Gula darah 200 mg/100 ml
4)
Gula darah puasa lebih 140
mg/dl
5)
Glucosuria
6)
Gas darah à asidosis metabolik
7)
Elektrolit à hiperkalemia, hipokalemia
H.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan,
mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria
hasil:
§
Pasien
tidak mengeluh lemas
§
Makan
habis 1 porsi
§
Pasien
tidak mual
§
Pasien
tidak muntah
§
Berat
badan normal/ideal
§
Konjungtiva
merah muda
§ Rambut tidak rontok
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah,
pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan klien
3) Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan klien
4) Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan klien
5) Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi klien
6) Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
7) Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
8) Anjurkan klien untuk meningkatkan makanan yang
mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi
protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
9) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis,
waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
2.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh lemas
§
Pasien tidak mengeluh pusing
§
Pasien tidak mengeluh sesak napas
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§ Nadi 60-100x/mnt
§ CRT: <3 detik
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah,
pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui
kemampuan pasien
3) Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat
pemulihan kondisi
4) Beri posisi semi fowler
R/memenuhi
kebutuhan oksigen
5) Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi
bebar kerja pasien
6) Beri cukup nutrisi sesuai dngan diet
R/mempercepat
pemulihan kondisi
7) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
3.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologis.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§
Pasien
tidak mengeluh nyeri
§
Pasein
tidak mengeluh sesak
§
Pernapasan
12-21x/mnt
§
Tekanan
darah 120-129/80-84mmHg
§
Nadi
60-100x/mnt
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah,
pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Monitor derajat dan kualitas nyeri
(PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3) Ajarkan teknik distraksi/relaksasi
R/mengurangi rasa nyeri
4) Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5) Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6) Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik;
nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi
rasa nyeri
4.
Hipertermia
berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
§ Suhu: 36-37°C/axila
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§ Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah,
nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2) Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3) Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4) Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang
tipis
R/ mengurangi rasa panas
5) Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
6) Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi
antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
5.
Resiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan
sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah
dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
§ Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan
§ Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah,
pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui
keadaan pasien
2) Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
3) Monitor pemeriksaan Laboratorium darah
R/untuk melihat kandungan
darah
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
5) Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
6) Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
7) Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril
R/mencegah
infeksi
8) Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk
membantu proses penyembuhan luka
9) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat
penyembuhan
6.
Kurang
pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan
sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
§
Pasien
bisa menjelaskan pengertian
§
Bisa
menyebutkan penyebab
§
Bisa
menyebutkan tanda dan gejala
§
Bisa
menyebutkan perawatan
§ Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1) Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2) Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3) Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan
kesehatan
4) Anjurkan kepada klien untuk
melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
DAFTAR
PUSTAKA
Martine Tucker, Patient Care Standarts, Mosby-Year Book, Philadelphia,1988
Nancy Halloway, Medical Surgical Nursing Care Plan, Springhause,
Pensylvania,1992
Sorennson, Lukman, Medical Surgical Nursing: a Psychophysilogic
Approach, Philadelphia,
1992
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,
Jakarta: EGC
Nanda. 2005. Definisi dan klasifikasi, Jakarta: Prima Medika
Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku
Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi
3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC, 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar