Jumat, 11 Maret 2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR



   
A.      DEFINISI
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan (Oerswari, 1989).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar.
Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderta jatuh dalam syok (FKUI, 1995).
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995).

     B.      ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1.      Cedera traumatic. Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a.       Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b.      Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c.       Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2.      Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:
a.       Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
b.      Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c.       Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3.      Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

     C.      KLASIFIKASI
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1.      Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b.Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2.      Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b.Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
1)      Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2)      Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
3)      Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3.      Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b.Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d.            Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
4.      Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b.Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
5.      Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b.Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
1)      Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah  sumbu dan overlapping).
2)      Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3)      Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
6.      Berdasarkan posisi frakur: Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b.1/3 medial
c. 1/3 distal
7.      Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
8.      Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang: Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b.Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d.            Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

    D.      TANDA DAN GEJALA
1.      Deformitas:
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.
2.      Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3.      Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4.      Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5.      Tenderness/keempukan
6.      Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7.      Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8.      Pergerakan abnormal
9.      Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10.  Krepitasi (Black, 1993).

     E.      PATHWAY


      F.      FATOFISIOLOGI
Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang tulang. yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa teknan berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tuklang sebelumnya akibat kondisi patologis yang terj adi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang tergantung pada j enis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi terus menerus misalnya pada orang yang bertugas kemiliteran.


    G.      KOMPLIKASI
1.      Komplikasi Awal
a.       Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b.      Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c.       Fat Embolism Syndrom: Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d.      Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e.       Avaskuler Nekrosis: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f.       Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2.      Komplikasi Dalam Waktu Lama
a.       Delayed Union: Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b.      Nonunion: Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c.       Malunion: Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

    H.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Foto Rontgen: Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung, mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik.
2.      Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.      Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4.      Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
5.      Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999).

       I.      PENATALAKSANAAN
1.      Fraktur Reduction: Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien. Peralatan traksi :
a.       Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
b.      Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2.      Fraktur Immobilisasi
a.       Pembalutan (gips)
b.      Eksternal Fiksasi
c.       Internal Fiksasi
d.      Pemilihan Fraksi
3.      Fraksi terbuka
a.       Pembedahan debridement dan irigrasi
b.      Imunisasi tetanus
c.       Terapi antibiotic prophylactic
d.      Immobilisasi (Smeltzer, 2001)


       J.      PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1.      Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2.      Stadium Dua-Proliferasi Seluler: Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3.      Stadium Tiga-Pembentukan Kallus: Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4.      Stadium Empat-Konsolidasi: Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan  osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5.      Stadium Lima-Remodelling: Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.







ASUHAN KEPERAWATAN


A.    IDENTITAS PASIEN
B.     IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.     RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita: Fraktur?
Kebiasaan buruk: kebut-kebutan?
Operasi: tulang?
D.    RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: nyeri?
E.     PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Apakah klien merasa mual/muntah?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi, jenis, voleme?
3.      Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri, sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan, cepat lelah?
5.      Tidur dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7.      Persepsi dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien (mestruasi teratur? Impotensi?)?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?

F.      PEMERIKSAAN FISIK
  1. Keadaan umum           :
  2. Kesadaran                   :
  3. Tanda-tanda vital        :
  4. Status gizi                   :
  5. Pemeriksaan Head to toe
a.        Kulit, rambut, dan kuku
1)       Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
2)       Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)       Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.        Kepala:
1)         Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)         Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.        Mata
1)         Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)         Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3)         Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)         Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
5)         Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)         Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
7)         Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)         Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)         Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10)     Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d.       Hidung
1)         Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2)         Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)         Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4)         Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.        Telinga
1)         Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)         Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)         Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)         Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
5)         Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6)         Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.         Mulut dan faring
1)         Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)         Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)         Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4)         Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5)         Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)         Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)         Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.        Leher
1)         Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)         Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3)         Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)         Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)         Palpasi kelenjar tiroid
h.        Thorak dan tulang belakang
1)         Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)         Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)         Palpasi adanya krepitus pada kosta
4)         Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.          Paru posterior, lateral, anterior
1)         Inspeksi kesimetrisan paru
2)         Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)         Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas  panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)         Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5)         Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.          Jantung dan pembuluh darah
1)         Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2)         Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
3)         Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)         Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)         Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.        Abdomen
1)         Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2)         Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)         Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4)         Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)         Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6)         Mengukur lingkar perut
l.          Genitourinari
1)         Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)         Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3)         Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)         Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
m.      Ekstremitas
1)         Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)         Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3)         Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)         Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)         Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6)         Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
  1. Foto Rontgen: Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung, mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik.
  2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
  3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
  4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
  5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999).
6.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
H.    DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
  1. Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh pusing
§  Pasien tidak mengeluh sesak napas
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
§  CRT: <3 detik
            Intervensi:
1)     Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)     Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan pasien
3)     Monitor kemampuan aktivitas pasien
      R/mengetahui kemampuan pasien
4)     Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)     Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)     Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
7)     Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran pasien
8)     Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)     Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10) Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
11) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
2.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh nyeri
§  Pasein tidak mengeluh sesak
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
3.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
§  Suhu: 36-37°C/axila
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis
R/ mengurangi rasa panas
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
   R/mencukupi kebutuhan pasien
6)      Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
7)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
4.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
§  Pasien bisa menjelaskan pengertian
§  Bisa menyebutkan penyebab
§  Bisa menyebutkan tanda dan gejala
§  Bisa menyebutkan perawatan
§  Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)      Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)      Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
5.      Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri, cemas, kelelahan otot pernapasan, defornitas dinding dada.
Tujuan: pola napas tidak efektif teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh pusing
§  Pasien tidak mengeluh sesak napas
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
§  CRT: <3 detik
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)      Anjurkan untuk bedrest
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semifowler
R/mencukupi kebutuhan oksigen
Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
5)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
6)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
6.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh lemas
§  Pasien tidak mengeluh pusing
§  Pasien tidak mengeluh sesak napas
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
§  CRT: <3 detik
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
   R/mencukupi kebutuhan pasien
6)      Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi bebar kerja pasien
7)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
8)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen 
9)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, rute
R/mempercepat penyembuhan
7.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
§  Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan
§  Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)      Monitor pemeriksaan Laboratorium darah
R/untuk melihat kandungan darah
3)      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)      Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)      Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan
8.      Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan melalui rute normal (diare), abnormal (perdarahan).
Tujuan: Resiko defisit volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
BB dalam batas normal
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
§  Suhu: 36-37°C/axila
§  Finger print <3 detik
§  BAK 3-5x/hari
§  Tidak ada perdarahan
Intevensi:
1)       Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)       Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)       Hitung  balance cairan
R/mengetahui klebihan dan kekurang cairan
4)       Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)       Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi elektrolit; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6)       Kolaborasi/lanjutkan program therapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kesehatan pasien


DAFTAR PUSTAKA



Carpenitto, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa : Monica Ester, Edisi 8, Jakarta: EGC

Doengoes, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan Keperawatan dan masalah kolaboratif. Alih Bahasa : I Made Kanosa, Edisi III, Jakarta: EGC

Hinchliff, Sue. (1996). Kamus Keperawatan. Edisi; 17. Jakarta: EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi: CONSEP klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

Sudart dan Burnner, (1996). Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 8. Vol 3, Jakarta: EGC

Nanda. 2005. Definisi dan klasifikasi, Jakarta: Prima Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar