A.DEFINISI
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, 2000).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar
periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah (Jong, Wim de, 1998)
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/ jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo,
1994).
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau
hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam
kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan
hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya
tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi
prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian
(sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak
menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna
hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat
sudah umum dipakai.
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran
jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua
komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang
menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.
Sutomo, 1994 : 193)..
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar
periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (
secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif
dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan
berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes,
Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini
membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine
keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
B.ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
UROGENITAL
1.
Uretra
Uretra
merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses
miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.
Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada
perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada
perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter
uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas
otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri
atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang.
Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan
kencing.
Secara
anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang
uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan
panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering
terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars
prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan
uretra pars membranasea.
Dibagian
posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan
disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis.
Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat
dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat
bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra
anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis.
Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare
dan meatus uretra eksterna.
Di dalam
lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam
proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma
urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu
kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
2.
Kelenjar Postat
Prostat
adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di
belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ).
Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20
gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus
ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini
terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa
daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter
dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970).
Asinus
setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai
sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan
rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat
yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus
kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat
yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa
dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka
interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke
pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat
berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di
uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.
Jika
kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat
membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.
Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui
pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran
optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya
terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga
dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan
obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.
C.ETIOLOGI
Penyebab
yang pasti dari terjadinya BPH
sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor
lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa
faktor kemungkinan penyebab antara lain :
1. Dihydrotestosteron: Peningkatan 5 alfa
reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar
prostat mengalami hiperplasi.
2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen –
testoteron: Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma – epitel: Peningkatan
epidermal gorwth faktor atau fibroblast growth factor dan penurunan
transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4. Berkurangnya sel yang mati: Estrogen yang
meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar
prostat.
5. Teori sel stem: Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit (
Roger Kirby, 1994).
D.TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne
Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme
dibagi menjadi dua yaitu :
1. Gejala Obstruktif yaitu :
a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama
dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b. Intermitency yaitu terputus-putusnya
aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c. Terminal dribling
yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan
kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra.
e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang
air kecil dan terasa belum puas.
2. Gejala Iritasi yaitu:
a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air
kecil yang sulit ditahan.
b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih
sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang
hari.
c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
E.PATOFISIOLOGI
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran
prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal
terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor
mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan
menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli
akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari
dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara
serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan
sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase
kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.
F.PATHWAY
G.KOMPLIKASI
Komplikasi
yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya
BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini
dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat
mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius
bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan
pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan
membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu,
stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme,
yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan
pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).
H.PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Laboratorium: Meliputi
ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis: Intravena pylografi, BNO,
sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen.
Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,
ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS =
Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim
De Jong, 1997).
I.PENATALAKSANAAN
1. Non Operatif
a. Massase prostat
b. Anjurkan tidak minum banyak pada
waktu yang pendek
c. Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
d. Pemasangan kateter.
2. Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a. TUR (Trans Uretral Resection)
b. STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c. Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d. Prostatectomy Perineal.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
IDENTITAS KLIEN
B.
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.
RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita: BPH?
D. RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: nyeri?
E. PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
Apakah klien tahu tentang
penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa
sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab
dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang
sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Apakah klien merasa
mual/muntah?
Apakah klien mengalami
anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi,
jenis, voleme?
3. Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi,
warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri,
sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan,
cepat lelah?
5. Tidur dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam
?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri
(PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7. Persepsi dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan
penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga,
perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu, siapa yang
menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien
(mestruasi teratur? Impotensi?)?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap
stres
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari
solusi?
11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan
ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan
kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam
menjalankan ajaran Agama yang dianut?
F. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum :
2. Kesadaran :
3. Tanda-tanda vital :
4. Status gizi :
5. Pemeriksaan Head to toe
a.
Kulit,
rambut, dan kuku
1) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi
dan vaskularisasi
2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan
catat adanya abnormalitas
3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu,
turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.
Kepala:
1)
Inspeksi
kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)
Palpasi
dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala
ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan
nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.
Mata
1)
Inspeksi
kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)
Inspeksi
daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang
orbital.
3)
Inspeksi
konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna,
edema, dan lesi.
4)
Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea)
dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar
cahaya tidak langsung.
5)
Inspeksi
pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan,
ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)
Inspeksi
iris terhadap bentuk dan warna
7)
Inspeksi
dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)
Uji
ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan
pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)
Uji
lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10) Uji gerakan mata pada delapan arah
pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus
okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d. Hidung
1)
Inspeksi
hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau
lesi, dan cairan yang keluar.
2)
Palpasi
lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa
dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)
Periksa
patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien
bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan
pasien membau (nervus olfaktorius).
4)
Masukkan
spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan
bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.
Telinga
1)
Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)
Inspeksi
telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)
Palpasi
kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah
daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)
Palpasi
tulang telinga (prosesus mastoideus)
5)
Tarik
daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun
telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen,
cairan, dan peradangan.
6)
Uji
fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala
(tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.
Mulut dan faring
1)
Inspeksi
warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)
Minta
pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi
keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)
Minta
pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi,
gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4)
Inspeksi
faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5)
Melakukan
pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)
Meminta
pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)
Menguji
sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.
Leher
1)
Inspeksi
bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut
atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)
Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri
(nervus aksesorius)
3)
Inspeksi
kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid
pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)
Palpasi
kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)
Palpasi kelenjar tiroid
h.
Thorak dan tulang belakang
1)
Inspeksi kelainan bentuk thorak
(barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)
Inspeksi kelainan bentuk tulang
belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)
Palpasi adanya krepitus pada kosta
4)
Khusus pasien wanita dilakukan
pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.
Paru posterior, lateral, anterior
1)
Inspeksi
kesimetrisan paru
2)
Palpasi
(taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang
bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)
Palpasi
pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus
dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)
Perkusi
dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan
torakal 10). Catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
5)
Auskultasi bunyi paru saat
inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara
abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.
Jantung dan pembuluh darah
1)
Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan
apical.
2)
Palpasi area aorta pada
interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari
ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5
kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut
apkal).
3)
Perkusi untuk mengetahui batas
jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)
Auskultasi bunyi jantung I dan
II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)
Periksa
vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.
Abdomen
1)
Inspeksi
dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan
umbilikus)
2)
Auskultasi
4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)
Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan
suprapubik.
4)
Perkusi:
4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)
Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6)
Mengukur lingkar perut
l.
Genitourinari
1)
Inspeksi
anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche
(khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)
Inspeksi
alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan,
ciran, bau.
3)
Inspeksi
alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan
rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)
Palpasi
skrotum dan testis sudah turun atau belum
m. Ekstremitas
1)
Inspeksi
ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)
Palpasi:
tonus otot, kekuatan otot
3)
Kaji
sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)
Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)
Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6)
Kaji reflek patologis: reflek plantar
(babinsky)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium: Meliputi ureum (BUN),
kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2. Radiologis: Intravena pylografi, BNO,
sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen.
Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk,
ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS =
Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra
sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan
keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim
De Jong, 1997).
H. TERAPI
Terapi yang didapat:
nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh nyeri
§ Pasein tidak mengeluh sesak
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§ Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Monitor
derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)
Ajarkan
teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)
Beri
posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)
Beri
posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)
Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)
Anjurkan
untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)
Kolaborasi/lanjutkan
pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
§ Pasien bisa menjelaskan pengertian
§ Bisa menyebutkan penyebab
§ Bisa menyebutkan tanda dan gejala
§ Bisa menyebutkan perawatan
§ Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)
Kontrak
waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)
Berikan
pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)
Evaluasi
pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)
Anjurkan
kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice.
2000. Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta:
EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah :
Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman
Diagnosis Dan Terapi. Surabaya:
Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto. 1999. Benigna
Prostat Hiperplasia. Surabaya:
Universitas Airlangga
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Jakarta:
FKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar