Sabtu, 12 Maret 2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERTROPI)



A.DEFINISI
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, 2000).
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Jong, Wim de, 1998)
BPH adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/ jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994).
BPH (Benigna Prostat Hipertropi) adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar, memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretra lah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak). Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193)..
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000 : 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).


B.ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM UROGENITAL
1.    Uretra
Uretra merupakan tabung yg menyalurkan urine keluar dari buli-buli melalui proses miksi. Pada pria organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, dan sfingter uretra skterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Pada saat buli-buli penuh sfingter uretra interna akan terbuka dengan sendirinya karena dindingnya terdiri atas otot polos yang disarafi oleh sistem otonomik. Sfingter uretra ekterna terdiri atas otot bergaris yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing.
Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Kedua uretra ini dipisahkan oleh sfingter uretra eksterna. Panjang uretra wanita ± 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa ± 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.
Dibagian posterior lumen uretra prostatika terdapat suatu benjolan verumontanum, dan disebelah kranial dan kaudal dari veromontanum ini terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari pars deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat dipinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra prostatika.
Uretra anterior adalah bagian uretra yang dibungkus oleh korpus spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikulare dan meatus uretra eksterna.
Di dalam lumen uretra anterior terdapat beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar Cowperi berada di dalam diafragma urogenitalis bermuara di uretra pars bulbosa, serta kelenjar littre yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra pars pendularis.
2.    Kelenjar Postat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak tepat dibawah leher kandung kemih, di belakang simfisis pubis dan di depan rektum ( Gibson, 2002, hal. 335 ). Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya + 20 gr, kelenjar ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang merupakan kelanjutan dari vas deferen.
Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan gladular yang terbagi dalam beberapa daerah arau zona, yaitu perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior. ( Purnomo, 2000, hal.7, dikutip dari Mc Neal, 1970).
Asinus setiap kelenjar mempunyai struktur yang rumit, epitel berbentuk kuboid sampai sel kolumner semu berlapis tergantung pad atingkat aktivitas prostat dan rangsangan androgenik. Sel epitel memproduksi asam fostat dan sekresi prostat yang membentuk bagian besar dari cairan semen untuk tranpor spermatozoa. Asinus kelenjar normal sering mengandung hasil sekresi yang terkumpul berbentuk bulat yang disebut korpora amilasea. Asinus dikelilingi oleh stroma jaringan fibrosa dan otot polos. Pasokan darah ke kelenjar prostat berasal dari arteri iliaka interna cabang vesika inferior dan rectum tengah. Vena prostat mengalirkan ke pleksus prostatika sekeliling kelenjar dan kemudian ke vena iliaka interna.
Prostat berfungsi menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretoriusmuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih. Kelenjar prostat dapat terasa sebagai objek yang keras dan licin melalui pemeriksaan rektal. Kelenjar prostat membesar saat remaja dan mencapai ukuran optimal pada laki-laki yang berusia 20-an. Pada banyak laki-laki, ukurannya terus bertambah seiring pertambahan usia. Saat berusia 70 tahun, dua pertiga dari semua laki-laki mengalami pembesaran prostat yang dapat menyebabkan obstruksi pada mikturisi dengan menjepit uretra sehingga mengganggu perkemihan.


  C.ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada beberapa faktor kemungkinan penyebab antara lain :
1.      Dihydrotestosteron: Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2.      Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testoteron: Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
3.      Interaksi stroma – epitel: Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma dan epitel.
4.      Berkurangnya sel yang mati: Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5.      Teori sel stem: Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit ( Roger Kirby, 1994).

  D.TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :
1.   Gejala Obstruktif yaitu :
a.    Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
b.    Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
c.    Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
d.   Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.
e.    Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.
2.   Gejala Iritasi yaitu:
a.    Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
b.    Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.
c.    Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

   E.PATOFISIOLOGI
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.


   F.PATHWAY


  G.KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Corwin, 2000).
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

  H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.   Laboratorium: Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2.   Radiologis: Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).

     I.PENATALAKSANAAN
1.      Non Operatif
a.       Massase prostat
b.      Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
c.       Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
d.      Pemasangan kateter.
2.      Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a.       TUR (Trans Uretral Resection)
b.      STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c.       Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d.      Prostatectomy Perineal.

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    IDENTITAS KLIEN
B.     IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.     RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita: BPH?
D.    RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: nyeri?
E.     PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Apakah klien merasa mual/muntah?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi, jenis, voleme?
3.      Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri, sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan, cepat lelah?
5.      Tidur dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7.      Persepsi dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien (mestruasi teratur? Impotensi?)?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?

F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum      :
2.      Kesadaran              :
3.      Tanda-tanda vital   :
4.      Status gizi               :
5.      Pemeriksaan Head to toe
a.        Kulit, rambut, dan kuku
1)       Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
2)       Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)       Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.        Kepala:
1)         Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)         Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.        Mata
1)         Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)         Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3)         Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)         Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
5)         Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)         Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
7)         Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)         Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)         Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10)     Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d.       Hidung
1)         Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2)         Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)         Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4)         Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.        Telinga
1)         Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)         Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)         Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)         Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
5)         Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6)         Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.         Mulut dan faring
1)         Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)         Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)         Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4)         Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5)         Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)         Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)         Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.        Leher
1)         Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)         Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3)         Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)         Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)         Palpasi kelenjar tiroid
h.        Thorak dan tulang belakang
1)         Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)         Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)         Palpasi adanya krepitus pada kosta
4)         Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.          Paru posterior, lateral, anterior
1)         Inspeksi kesimetrisan paru
2)         Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)         Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas  panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)         Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5)         Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.          Jantung dan pembuluh darah
1)         Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2)         Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
3)         Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)         Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)         Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.        Abdomen
1)         Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2)         Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)         Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4)         Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)         Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6)         Mengukur lingkar perut
l.          Genitourinari
1)         Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)         Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3)         Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)         Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
m.      Ekstremitas
1)         Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)         Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3)         Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)         Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)         Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6)         Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium: Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2.      Radiologis: Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
H.    TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.      Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh nyeri
§  Pasein tidak mengeluh sesak
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
§  Pasien bisa menjelaskan pengertian
§  Bisa menyebutkan penyebab
§  Bisa menyebutkan tanda dan gejala
§  Bisa menyebutkan perawatan
§  Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)      Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)      Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)      Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien




DAFTAR PUSTAKA


Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice. 2000. Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
UPF Ilmu Bedah. 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya: Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto. 1999. Benigna Prostat Hiperplasia. Surabaya: Universitas Airlangga
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: FKUI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar