Istilah autisme
pertama kali muncul sekitar tahun 1943 oleh psikiater anak Leo Kramer, yang
berasal dari kata “auto” yang berarti berdiri sendiri. Secara harfiah autisme
berasal dari kata “autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti
suatu aliran, jadi autisme berati suatu paham yang hanya tertarik pada dunianya
sendiri. Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
perkembangan abnormal dari interaksi sosial (menarik diri, tidak tertarik
dengan orang lain), keterbatasan penggunaan bahasa interaktif (bicara dengan
komunikasi non verbal) dan gangguan sensori motor (berespon inkonsisten
terhadap stimuli).
Anak autisme
adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan
gangguan kualitatif dalam interaksi sosial, komunikasi, dan adanya suatu pola
yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan, yang
terjadi pada anak sebelum berumur tiga tahun. Autisme adalah suatu keadaan
dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun perilaku.
Autisme tidak termasuk golongan penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan
perilaku dan kemajuan perkembangan. Pada anak autisme terjadi kelainan emosi,
intelektual, dan kemauan (gangguan pervasif). Ada yang berpendapat bahwa autisme adalah
gangguan perkembangan yang kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada
otak, sehingga mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, perilaku,
kemampuan sosialisasi, sensori, dan belajar.
Autisme adalah
kumpulan gejala karena adanya kerusakan pada otak sehingga mengakibatkan
terjadinya gangguan pada komunikasi, perilaku, interaksi sosial, dan hanya
tertarik pada dunianya sendiri.
Autisme masa
kanak-kanak dini adalah penarikan diri dan kehilangan kontak dengan realitas
atau orang lain. Pada bayi tidak terlihat tanda dan gejala. (Sacharin, R, M,
1996 : 305)
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120).
Autisme Infantil adalah Gangguan kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktifitas imajinatif dan interaksi sosial timbal balik yang terjadi sebelum usia 30 bulan.(Behrman, 1999: 120).
Autisme menurut
Rutter 1970 adalah Gangguan yang melibatkan kegagalan untuk mengembangkan
hubungan antar pribadi (umur 30 bulan), hambatan dalam pembicaraan,
perkembangan bahasa, fenomena ritualistik dan konvulsif.(Sacharin, R, M, 1996:
305)
Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan sadock 2000).
Autisme pada anak merupakan gangguan perkembangan pervasif (DSM IV, sadock dan sadock 2000).
Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan perkembangan pervasif,
atau kualitatif pada komunikasi verbal dan non verbal, aktivitas imajinatif dan
interaksi sosial timbal balik berupa kegagalan mengembangkan hubungan antar
pribadi (umur 30 bulan),hambatan dalam pembicaraan, perkembangan bahasa,
fenomena ritualistik dan konvulsif serta penarikan diri dan kehilangan kontak
dengan realitas.
B.
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi 3-4 per 1000 anak. Perbandingan laki-laki dari wanita
3-4:1. Penyakit sistemik, infeksi dan neurologi (kejang) dapat menunjukan
gejala seperti austik.
C.
PENYEBAB
Penyebab
terjadinya belum diketahui secara pasti, hanya diperkirakan mungkin adanya
kelainan dari sistem saraf (neurologi) dalam berbagai derajat berat ringannya
penyakit. Ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya autisme, antara lain:
1.
Faktor Psikososial: Pada era
50-an sampai 60-an dikatakan penyebabnya adalah akibat dari pengaruh perlakuan
orang tua di masa kanak–kanak. Orang tua yang emosional, kaku, dan obsessif
dalam pengasuhan anak akan menimbulkan suatu kondisi yang secara emosional
kurang hangat, bahkan dingin.
2.
Faktor Genetik: Hasil
penelitian terhadap keluarga dan anak kembar menunjukkan adanya faktor genetik yang berperan dalam
perkembangan anak autisme. Bayi kembar satu telur akan mengalami gangguan
autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Autisme juga ditemukan pada
beberapa anak yang dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besar mengalami
ganggguan yang sama.
3.
Faktor Perinatal: Komplikasi
pranatal, perinatal, dan neonatal yang meningkat juga ditemukan pada anak
autisme. Komplikasi yang paling sering dilaporkan adalah adanya pendarahan
setelah trimester pertama dan ada kotoran janin pada cairan amnion, yang
merupakan tanda bahaya dari janin (fetal distress). Penggunaan obat-obatan
tertentu pada ibu yang sedang mengandung diduga ada hubungannya dengan
timbulnya autisme. Adanya komplikasi waktu bersalin seperti terlambat menangis,
gangguan pernapasan, anemia pada janin, juga diduga ada hubungannya dengan
autisme. Pengaruh jamur, nutrisi yang buruk, keracunan makanan, serta pengaruh
virus seperti rubella, toxo, herpes simplex enchepallitis, dan cytomegalovirus
dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang dapat menyebabkan bayi yang
dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman, komunikasi, dan interaksi.
4.
Gangguan Susunan Saraf: Berbagai
kondisi neuropatologi diduga mendorong timbulnya gangguan perilaku pada
autisme. Ada
beberapa daerah di otak anak penyandang autisme yang diduga mengalami
disfungsi. Adanya kesamaan perilaku autistik dan perilaku abnormal pada orang
dewasa yang diketahui mempunyai lesi di otak, dijadikan dasar dari berbagai
teori penyebab autisme. Pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)
ditemukan adanya pengecilan otak kecil (cerebellum) pada banyak penyandang
autisme, terutama pada lobus VI-VII. Lobus VI-VII berisi sel-sel purkinye yang
memproduksi neurotransmitter serotonin. Akibat berkurangnya purkinye produksi
serotonin berkurang sehingga penyaluran rangsang atau informasi antar sel otak
menjadi kacau.
5.
Faktor Imunologi: Ditemukannya
penurunan respon dari sistem imun pada beberapa anak autistik meningkatkan
kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus autisme. Ditemukannya
antibodi beberapa ibu terhadap antigen lekosit anak mereka yang autisme,
memperkuat dugaan ini, karena ternyata antigen lekosit juga ditemukan pada
sel-sel otak. Dengan demikian, antibodi ibu dapat secara langsung merusak
jaringan saraf otak janin yang menjadi penyebab timbulnya autisme.
6.
Gangguan
Pencernaan: Pada penelitian ditemukan lebih dari 60% penyandang autistik
mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan
seperti susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) tidak tercerna dengan
sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino
tapi juga menjadi peptida, yaitu suatu rantai pendek asam amino yang seharusnya
dibuang melalui urine. Pada penyandang autistik, peptida ini diserap kembali
oleh tubuh, masuk ke dalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh
reseptor opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan gliadorphin, yang
mempunyai efek merusak sel-sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi
otak yang terganggu meliputi fungsi kognitif, reseptif, atensi dan perilaku.
7.
Keracunan Logam Berat: Pada
pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada rambut dan darah, ternyata banyak
ditemukan logam berat beracun pada anak autistik. Pada penelitian ditemukan
bahwa logam yang berat, seperti arsenik (As), antimoni (Sb), kadmium (Cd), air
raksa (Hg), timbal (Pb) adalah racun yang kuat bagi otak.
D.
KARAKTERISTIK
Anak autisme mempunyai masalah atau
gangguan dalam bidang:
1.
Komunikasi:
a.
Perkembangan bahasa lambat atau
sama sekali tidak ada
b.
Anak nampak seperti tuli, sulit
berbicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna
c.
Kadang kata-kata yang digunakan
tidak sesuai artinya
d.
Mengoceh tanpa arti
berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain
e.
Senang meniru atau membeo (echolalia)
f.
Sebagian anak tidak berbicara
atau sedikit berbicara sampai dewasa
g.
Senang menarik-narik tangan
orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan
2.
Interaksi sosial
a.
Lebih suka menyendiri
b.
Tidak ada atau sedikit kontak mata,
atau menghindar untuk bertatapan
c.
Tidak
tertarik untuk bermain bersama teman
3.
Gangguan sensori
a.
Sangat sensitif terhadap
sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
b.
Bila mendengar suara keras
langsung menutup telinga
c.
Senang mencium-cium, menjilat
mainan atau benda
d.
Tidak sensitif terhadap rasa
sakit dan rasa takut
4.
Pola bermain
a.
Tidak bermain seperti anak-anak
pada umunya
b.
Tidak suka bermain dengan teman
sebaya
c.
Tidak kreatif, tidak imajinatif
d.
Tidak bermain sesuai dengan
fungsi mainan, seperti sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar
e.
Senang akan benda yang
berputar, seperti kipas angin, roda sepeda
f.
Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu
yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana
5.
Perilaku
a.
Dapat berperilaku berlebihan
(hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)
b.
Memperlihatkan perilaku
stimulasi diri, seperti bergoyang-goyang, mengepakan tangan seperti burung,
berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat TV, lari/berjalan bolak-balik,
melakukan gerakan yang berulang-ulang
c.
Tidak suka perubahan
d.
Dapat pula duduk bengong
tatapan kosong
6.
Emosi
a.
Sering marah-marah tanpa alasan
yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan
b.
Temper tantrum (mengamuk tak
terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya
c.
Kadang suka menyerang dan
merusak
d.
Kadang berperilaku menyakiti
dirinya
e.
Tidak mempunyai empati dan
tidak mengerti perasaan orang lain
E.
PENGOBATAN
Orang tua perlu menyesuaikan diri dengan keadaan anaknya, orang tua
harus memeberikan perawatan kepada anak temasuk perawat atau staf residen
lainnya. Orang tua sadar adanaya scottish sosiety for autistik children dan
natinal sosiety for austik children yang dapat membantu dan dapat memmberikan
pelayanan pada anak autis. Anak autis memerlukan penanganan multi disiplin
yaitu terapi edukasi, terapi perilaku, terapi bicara, terapi okupasi, sensori
integasi, auditori integration training (AIT),terapi keluarga dan obat,
sehingga memerlukan kerja sama yang baik antara orang tua , keluarga dan
dokter.
Pendekatan terapeutik dapat dilakukan untuk menangani anak austik
tapi keberhasilannya terbatas, pada terapi perilaku dengan pemanfaatan keadaan
yang terjadi dapat meningkatkan kemahiran berbicara. Perilaku destruktif dan
agresif dapat diubah dengan menagement perilaku.
Latihan dan pendidikan dengan menggunakan pendidikan (operant konditioning
yaitu dukungan positif (hadiah) dan hukuman (dukungan negatif). Merupakan
metode untuk mengatasi cacat, mengembangkan ketrampilan sosial dan ketrampilan
praktis. Kesabaran diperlukan karena kemajuan pada anak autis lambat. Neuroleptik
dapat digunakan untuk menangani perilaku mencelakkan diri sendiri yang mengarah
pada agresif, stereotipik dan menarik diri dari pergaulan sosial. Antagonis
opiat dapat mengatasi perilaku, penarikan diri dan stereotipik, selain itu
terapi kemampuan bicara dan model penanganan harian dengan menggunakan
permainan latihan antar perorangan terstruktur dapt digunakan.
Masalah perilaku yang biasa seperti bising, gelisah atau melukai
diri sendiri dapat diatasi dengan obat klorpromasin atau tioridasin. Keadaan tidak dapat tidur dapat memberikan responsedatif seperti
kloralhidrat, konvulsi dikendalikan dengan obat anti konvulsan. Hiperkinesis
yang jika menetap dan berat dapat ditanggulangi dengan diit bebas aditif atau
pengawet. Dapat disimpulkan bahwa terapi pada autisme dengan mendeteksi dini
dan tepat waktu serta program terapi yang menyeluruh dan terpadu.
Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk:
Mengurangi masalah perilaku dan Meningkatkan kemampuan belajar, perkembangan terutama bahasa, Anak bisa mandiri, dan Anak bisa bersosialisasi.
Penatalaksanaan anak pada autisme bertujuan untuk:
Mengurangi masalah perilaku dan Meningkatkan kemampuan belajar, perkembangan terutama bahasa, Anak bisa mandiri, dan Anak bisa bersosialisasi.
Sacharin, r.m, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik Edisi 2, EGC, Jakarta
Behrman, Kliegman, Arvin, 1999, Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15, Alih Bahasa Prof. DR. Dr. A. Samik Wahab, Sp. A (K), EGC, Jakarta
Danuatmaja,
Bony. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta:
Puspa Swara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar