Senin, 28 Maret 2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AGNOSIA



            
    A.      DEFINISI AGNOSIA
Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengorganisasikan informasi sensorik agar bisa mengenal benda–benda / hilangnya daya untuk mengenali arti stimuli sensoris macamnya sesuai indranya.
Agnosia adalah ketidakmampuan menginterpretasikan / mengenal benda yang dilihat dengan menggunakan perasaan special.
Agnosia adalah hilangnya kemampuan untuk mengenali benda–benda, orang, suara, bentuk / bau sementara arti tertentu tidak cacat juga tidak ada kerugian memori yang signifikan. Hal ini biasanya berhubungan dengan cedera otak / penyakit syaraf, khususnya setelah kerusakan pada lobus temporal.

                 B.      ETIOLOGI AGNOSIA
1.      Stroke
2.      Demensia / gangguan neurologist
3.      Brain damage kerusakan otak
4.      Dementia singkat akal
5.      Neurological disorders (see cognitive impairment) gangguan syaraf (gangguan kognitif)
6.      Apallic syndrome – agnosia apallic syndrome – agnosia
7.      Nielsen – jacobs syndrome – agnosia nielsen – jacobs syndrome – agnosia
8.      Hereditary (turun – temurun)
9.      Head injury (cedera kepala)
10.  Brain infection (infeksi otak)

                 C.      TANDA DAN GEJALA AGNOSIA
1.      Ketidakmampuan untuk mengenali obyek
2.      Ketidakmampuan untuk mengenali orang
3.      Ketidakmampuan untuk mengenali suara
4.      Ketidakmampuan untuk mengenali suara yang akrab
5.      Ketidakmampuan untuk mengenali bentuk
6.      Ketidakmampuan untuk mengenali bau
7.      Ketidakmampuan untuk mengenali benda asing

                D.      JENIS AGNOSIA
1.      Visual agnosia dikaitkan dengan lesi kiri lobus oksipital dan lobus temporal. Banyak pasien telah cacat parah bidang visual.
2.      Obyek visual adalah ketidakmampuan untuk mengenali obyek.
Subtipe:
a.       Formulir agnosia: pasien hanya merasakan bagian rincian, bukan keseluruhan objek.
b.      Agnosia finger: ketidakmampuan untuk membedakan jari – jari tangan. Hal ini hadir dalam lesi yang dominan lobus parietal dan merupakan komponen dari sindrom berst mann.
c.       Simultanogsia: pasien dapat mengenali objek atau rincian dalam mereka bidang visual, tetapi hanya satu persatu. Mereka tidak bisa melihat adegan, mereka milik atau membuat sebuah gambar keseluruhan dari rincian. Mereka benar – benar tidak dapat melihat hutan untuk pohon. Simultanagnosia merupakan gejala umum sindrom balint.
d.      Agnosia asosiatif: pasien dapat menggambarkan adegan visual, dan kelas objek tapi masih gagal mengenali mereka. Dia mungkin, misalnya, tahu bahwa garpu adalah suatu yang anda makan dengan tapi mungkin kesalahan untuk sendok. Pasien yang menderita agnosia asosiatif dapat mereproduksi gambar melalui penyalinan.
e.       Apperceptive agnosia: pasien tidak dapat membedakan bentuk visual dan begitu sulit mengakui, menyalin, atau membedakan antara rangsangan visual yang berbeda. Tidak seperti pasien yang menderita agnosia asosiatif, mereka yang agnosia apperceptive tidak mampu untuk menyalin gambar.
f.       Agnosia cermin: pasien tidak dapat mengenali obyek atau aktivitas di kiri atau kanan lapangan pandang mereka. Penurunan dapat bervariasi dari kekurangan perhatian ringan untuk menyelesaikan ketidakmampuan untuk melakukan penalaran spesial berkaitan dengan sisi menderita. Gangguan ini mengambil namanya dari sebuah percobaan di mana pasien ditunjukkan benda tercermin dalam cermin dan melihat mereka, tetapi tidak dapat menemukan mereka ketika di minta.
g.      Prospagnosia: pasien tidak dapat secara sadar mengenali wajah–wajah akrab, kadang–kadang bahkan termasuk mereka sendiri. Penurunan mungkin berbeda dari wajah membuat tidak masuk akan untuk dapat melihat wajah tapi tidak menghubungkan mereka dengan informasi semantik, seperti identitas orang tersebut, nama atau pekerjaan. Anehnya, walaupun tidak secara sadar mengenali orang, penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan prosopagnosia dapat menunjukkan respons emosional untuk wajah–wajah akrab. Terpengaruhnya orang mungkin mampu mengenali seseorang melalui isyarat lain, seperti suara yang dikenalnya atau pakaian. Hal ini terutama mungkin setelah bilateral (kedua sisi) atau kerusakan lobus temporal kanan. Para ahli tidak sepakat tentang penyebab prospagnosia. Ini mungkin obyek spesifik persepsi.
h. Alexia agnosia : ketidakmampuan untuk mengenali teks.
3.      Agnosia warna: ada perbedaan antara persepsi warna versus pengakuan warna tengah. Achromoptasia mengacu pada kekurangan persepsi warna.
4.      Agnosia auditori: mengacu pada gejala yang mirip dengan lingkungan isyarat no n verbal pendengaran. Hal ini terpisah dari kata tuli (juga dikenal sebagai kata ketulian murni) yang agnosia terhubung ke informasi verbal pendengaran reseptif. Amusia adalah agnosia untuk musik tuli. Kortikal mengacu kepada orang–orang yang tidak menanggapi informasi pendengaran tetapi pendengaran yang utuh.
5.      Somatosensori agnosia / astereognisa terhubung ke taktil akal yaitu sentuhan. Pasien menemukan kesulitan untuk mengenali obyek yang sama dari gambar atau membuat gambar dari mereka. Pemikiran untuk dihubungkan ke lesi atau kerusakan di korteks somatosensori.

                 E.      PATHWAY

                  F.      PATOFISIOLOGI AGNOSIA
Terjadinya agnosia karena adanya gangguan visual otaknya atau disfungsi neurologist akibat dari stroke, demensia gangguan perkembangan atau kondisi neurologist lainnya. Agnosia merupakan hasil dari kerusakan dari daerah tertentu di otak lobus oksipital atau parietal otak, sehingga pada daera tersebut terdapat lesi yang dapat menyebabkan kerusakan syaraf sehingga terjadi berbagai bentuk agnosia.

                G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG AGNOSIA
1.      Pengujian neuropsychologic. Pasien diminta untuk mengidentifikasi objek melalui pengobatan sentuhan atau rasa lain. Jika diduga emineglect, pasien di minta untuk mengidentifikasi bagian–bagian tubuh mereka yang lumpuh atau objek dalam bidang hemivisual mereka.
2.      Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi deficit primer indra individu atau komunikasi yang dapat mengganggu tes untk diagnosis. Pengujian neuropsychologic dapat membantu mengidentifikasi agnosia lebih halus.
3.      CT Scan atau MRI dengan atau tanpa protocol angiographic. Untuk mengarakteriasi lesi sentral (infark, perdarahan, massa) dan untuk memeriksa atrofi gangguan degeneratif.

                H.      PENATALAKSANAAN AGNOSIA
Tidak ada pengobatan khusus untuk agnosia. Rehabilitasi terapi okupasi dapat membantu pasien belajar untuk mengimbangi kekurangan mereka. Tapi terapi tersebut kadang dapat meningkatkan agnosia tergantung pada etiologinya.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AGNOSIA
PENGKAJIAN FOKUS

                A.      IDENTITAS KLIEN
Nama:
Tempat/tanggal lahir:
Usia:
Agama:
Suku:
Status perkawinan:
Pendidikan:
Bahasa yang digunakan:
Alamat:
Dx medik:
                 B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama:
Alamat:
Hubungan dengan klien:
                 C.      RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita:
Kebiasaan buruk:
Penyakit keturunan :
Alergi :
Imunisasi:
Operasi:
                D.      RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Alasan masuk:
Tindakan/terapi yang sudah diterima:
Keluhan utama:
                 E.      PENGKAJIAN POLA GORDON
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menjaga kesehatan?
Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat  sakit:
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3.      Eliminasi
Sebelum sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh pada pernapasan?
Saat sakit:
Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari?
Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
Apakah mengalami sesak napas saat beraktivitas?
Saat sakit:
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian, total)?
Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5.      Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
Bagaimana menghindari rasa sakit?
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
Apakah merasa pusing?
7.      Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?
Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan?
                  F.      PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum:
Tidak tampak sakit: mandiri, tidak terpasang alat medis
Tampak sakit ringan: bed rest ,terpasang infus
Tampak sakit sedang: bed rest, lemah, terpasang infus, alat medis
Tampak sakit berat: menggunakan oksigen, coma
Kesadaran:
Kuantitatif:
Mata :
Spontan(4)
Atas permintaan(3)
Rangsang nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Verbal:
Orientasi baik(5)
Jawaban kacau(4)
Kata-kata sepatah(3)
Merintis/mengerang(2)
Tidak bersuara(1)
Motorik:
Menurut perintah(6)
Reaksi setempat(5)
Menghindar(4)
Fleksi abnormal(3)
Ekstensi nyeri(2)
Tidak bereaksi(1)
Kualitatif: compos mentis (conscious), apatis, delirium, somnolen (letargi), stupor (sopor coma), coma?
2.      Tanda-tanda vital:
Suhu: hipertermia?
Nadi: cepat, tidak teratur, frekuensi, irama, volume?
Pernapasan: cepat, irama, jenis, frekuensi?
Tekanan darah:?
Saturasi:?
3.      Status gizi: tinggi badan, berat badan, berat badan normal, berat badan ideal?
4.      Pemeriksaan sistemik:
Head to toe:
Inspeksi?
Palpasi?
Perkusi ?
Auskultasi?
5.      12 saraf kranial:
                G.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium darah?
2.      CT Scan?
3.      MRI?
                H.      TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
                   I.      DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1.      Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan klien
3)      Monitor kemampuan aktivitas klien
R/mengetahui kemampuan klien
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Bantu aktivitas klien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja klien
7)      Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran klien
8)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
9)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
10)  Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi klien
11)  Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
2.      Gangguan sensori persepsi (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil, penciuman) berhubungan dengan perubahan persepsi sensori, perubahan penerimaan sensori.

DAFTAR PUSATAKA

Smeltzer, Suzanne C.2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta
: EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan  Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges, M. G. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar