A. PENGERTIAN
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang artinya memutar.
Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan
sekitarnya, dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat
gangguan alat keseimbangan tubuh Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu
gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari
gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh dingin, mual,
muntah) dan pusing (Tarwoto, dkk. 2007)
Vertigo adalah perasaan yang abnormal, mengenai adanya gerakan penderita
sekitarnya atau sekitarnya terhadap penderita; tiba-tiba semuanya serasa
berputar atau bergerak naik turun dihadapannya. Keadaan ini sering disusul
dengan muntah-muntah, bekringat, dan kolaps. Tetapi tidak pernah kehilangan
kesadaran. Sering kali disertai gejala-gejala penyakit telinga lainnya
(Manjoer, Arif, dkk. 2002)
Vertigo juga dapat terjadi pada berbagai kondisi, termasuk kelainan batang
otak yang serius, misalnya skelerosis multiple, infark, dan tumor (Muttaqin,
Arif. 2008).
Vertigo adalah
gejala klasik yang dialami ketika terjadi disfungsi yang cukup cepat dan
asimetris system vestibuler perifer (telinga dalam), (Smeltzer & Bare,
2002).
Vertigo adalah
sensasi berputar atau berpusing yang merupakan suatu gejala, penderita
merasakan benda-benda di sekitarnya bergerak-gerak memutar atau bergerak
naik-turun karena gangguan pada sistem keseimbangan (Sherwood, 2001).
B.
ETIOLOGI
Menurut Tarwoto, dkk. (2007) yaitu :
1.
Lesi
vestibular
a.
Fisiologik
b.
Labirinitis
c.
Menière
d.
Obat ;
misalnya quinine, salisilat.
e.
Otitis media
f.
“Motion
sickness”
2.
Lesi saraf
vestibularis
a.
Neuroma
akustik
b.
Obat ;
misalnya streptomycin
c.
Neuronitis
vestibular
3.
Lesi batang otak,
serebelum atau lobus temporal
a.
Infark atau
perdarahan pons
b.
Insufisiensi
vertebro-basilar
c.
Migraine
arteri basilaris
d.
Sklerosi
diseminata
e.
Tumor
f.
Siringobulbia
g.
Epilepsy
lobus temporal
4.
Penyakit
Sistem Vestibuler Perifer :
a.
Telinga
bagian luar : serumen, benda asing.
b.
Telinga
bagian tengah: retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta, otitis
media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan perdarahan.
c.
Telinga
bagian dalam: labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi,
hidrops labirin (morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.
d.
Nervus VIII.
: infeksi, trauma, tumor.
e.
Vestibularis:
infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior inferior,
tumor, sklerosis multipleks.
5.
Penyakit SSP
:
a.
Hipoksia
Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-klerosis, anemia, hipertensi
kardiovaskular, fibrilasi atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta,
sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
b.
Infeksi :
meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c.
Trauma
kepala/ labirin.
d.
Tumor.
e.
Migren.
f.
Epilepsi.
6.
Kelainan
endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipoparatiroid, tumor medula adrenal,
keadaan menstruasi-hamil-menopause.
7.
Kelainan
psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom hiperventilasi, fobia.
8.
Kelainan
mata: kelainan proprioseptik.
C.
KLASIFIKASI
VERTIGO
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi
atas beberapa kelompok :
1.
Vertigo
paroksismal. Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, berlangsung
beberapa menit atau hari, kemudian menghilang sempurna; tetapi suatu ketika
serangan tersebut dapat muncul lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali
bebas keluhan. Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
a.
Yang
disertai keluhan telinga : Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere,
Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes, Sindrom Cogan, tumor fossa
cranii posterior, kelainan gigi/ odontogen.
b.
Yang tanpa
disertai keluhan telinga; termasuk di sini adalah : Serangan iskemi sepintas
arteria vertebrobasilaris, Epilepsi, Migren ekuivalen, Vertigo pada anak
(Vertigo de L'enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
c.
Yang
timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, termasuk di sini adalah : Vertigo
posisional paroksismal laten, Vertigo posisional paroksismal benigna.
2.
Vertigo
kronis. Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa serangan akut,
dibedakan menjadi:
a.
Yang
disertai keluhan telinga : Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis
kronis, Lues serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor serebelopontin.
b.
Tanpa
keluhan telinga : Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio,
pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, kelainan okuler,
intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan kardiovaskuler, kelainan endokrin.
c.
Vertigo yang
dipengaruhi posisi : Hipotensi ortostatik, Vertigo servikalis.
3.
Vertigo yang
serangannya mendadak / akut kemudian berangsur-angsur mengurang, dibedakan
menjadi :
a.
Disertai
keluhan telinga : Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta,
perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva interna/arteria
vestibulokoklearis.
b.
Tanpa
keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis
anterior, ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multipleks,
hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
4.
Ada pula
yang membagi vertigo menjadi :
a.
Vertigo
Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
b.
Vertigo Non
Vestibuler: akibat kelainan sistem somatosensorik dan visual.
D.
TANDA DAN GEJALA
Perasaan
berputar yang kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab
yaitu mual, muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan
selaput putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala,
penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung,
gelisah, lidah merah dengan selaput tipis.
E.
PATHWAY
F.
PATOFISIOLOGI
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang
disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini
adalah susunan vestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan ialah
sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei
vestibularis dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis, dan
vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler memberikan
kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual
dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusat integrasi
alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan
sinkron dan wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa
penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.
Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap
lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang
aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu,
akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala otonom; di samping itu, respons
penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang
dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/ berjalan dan gejala
lainnya (Tarwoto, dkk. (2007).
G.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Meliputi uji tes keberadaan bakteri melalui laboratorium, sedangkan untuk
pemeriksaan diagnostik yang penting untuk dilakukan pada klien dengan kasus
vertigo antara lain:
1. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan mata
b. Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
c. Pemeriksaan neurologik
d. Pemeriksaan otologik
e. Pemeriksaan fisik umum
2. Pemeriksaan khusus
a. ENG
b. Audiometri dan BAEP
c. Psikiatrik
3. Pemeriksaan tambahan
a. Radiologik dan Imaging
b. EEG, EMG
H.
KOMPLIKASI
1.
Cidera fisik : Pasien dengan vertigo ditandai dengan
kehilangan keseimbangan akibat terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga
pasien tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2.
Kelemahan otot : Pasien yang mengalami vertigo
seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka lebih sering untuk berbaring atau
tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama dan gerak yang terbatas dapat
menyebabkan kelemahan otot.
I.
PENATALAKSANAAN
1.
Penatalaksanaan Medis
Beberapa terapi yang dapat diberikan adalah terapi dengan obat-obatan
seperti :
a. Anti
kolinergik
1). Sulfas Atropin : 0,4 mg/im
2). Scopolamin : 0,6 mg IV bisa
diulang tiap 3 jam
b. Simpatomimetika : Epidame 1,5 mg IV bisa diulang tiap 30 menit
c. Menghambat
aktivitas nukleus vestibuler
d. Golongan antihistamin. Golongan ini, yang menghambat
aktivitas nukleus vestibularis adalah : Diphenhidramin: 1,5 mg/im/oral
bisa diulang tiap 2 jam dan Dimenhidrinat: 50-100 mg/ 6 jam.
Jika terapi di atas tidak dapat mengatasi kelainan yang diderita dianjurkan
untuk terapi bedah. Terapi menurut (Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004: 48)
Terdiri dari :
a. Terapi kausal
b. Terapi simtomatik
c. Terapi rehabilitatif
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Karena gerakan kepala memperhebat vertigo, pasien harus dibiarkan berbaring
diam dalam kamar gelap selama 1-2 hari pertama.
b. Fiksasi visual cenderung menghambat nistagmus dan mengurangi perasaan
subyektif vertigo pada pasien dengan gangguan vestibular perifer, misalnya
neuronitis vestibularis. Pasien dapat merasakan bahwa dengan memfiksir
pandangan mata pada suatu obyek yang dekat, misalnya sebuah gambar atau jari
yang direntangkan ke depan, temyata lebih enak daripada berbaring dengan kedua
mata ditutup.
c. Karena aktivitas intelektual atau konsentrasi mental dapat memudahkan
terjadinya vertigo, maka rasa tidak enak dapat diperkecil dengan relaksasi
mental disertai fiksasi visual yang kuat.
d. Bila mual dan muntah berat, cairan intravena harus diberikan untuk mencegah
dehidrasi.
e. Bila vertigo tidak hilang. Banyak pasien dengan gangguan vestibular perifer
akut yang belum dapat memperoleh perbaikan dramatis pada hari pertama atau
kedua. Pasien merasa sakit berat dan sangat takut mendapat serangan berikutnya.
Sisi penting dari terapi pada kondisi ini adalah pernyataan yang meyakinkan
pasien bahwa neuronitis vestibularis dan sebagian besar gangguan vestibular
akut lainnya adalah jinak dan dapat sembuh. Dokter harus menjelaskan bahwa
kemampuan otak untuk beradaptasi akan membuat vertigo menghilang setelah
beberapa hari.
f. Latihan vestibular dapat dimulai beberapa hari setelah gejala akut mereda.
Latihan ini untuk rnemperkuat mekanisme kompensasi sistem saraf pusat untuk
gangguan vestibular akut.
ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT VERTIGO
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas / Istirahat
ü Letih, lemah, malaise
ü Keterbatasan gerak
ü Ketegangan mata, kesulitan membaca
ü Insomnia, bangun pada pagi hari dengan disertai nyeri kepala
ü Sakit kepala yang hebat saat perubahan postur tubuh, aktivitas (kerja) atau
karena perubahan cuaca.
2. Sirkulasi
ü Riwayat hypertensi
ü Denyutan vaskuler, misal daerah temporal
ü Pucat, wajah tampak kemerahan.
3. Integritas Ego
ü Faktor-faktor stress emosional/lingkungan tertentu
ü Perubahan ketidakmampuan, keputusasaan, ketidakberdayaan depresi
ü Kekhawatiran, ansietas, peka rangsangan selama sakit kepala
ü Mekanisme refresif/dekensif (sakit kepala kronik)
4. Makanan dan cairan
ü Makanan yang tinggi vasorektiknya misalnya kafein, coklat, bawang, keju,
alkohol, anggur, daging, tomat, makan berlemak, jeruk, saus, hotdog, MSG (pada
migrain).
ü Mual/muntah, anoreksia (selama nyeri)
ü Penurunan berat badan.
5. Neurosensoris
ü Pening, disorientasi (selama sakit kepala)
ü Riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma, stroke.
ü Aura ; fasialis, olfaktorius, tinitus.
ü Perubahan visual, sensitif terhadap cahaya/suara yang keras, epitaksis.
ü Parastesia, kelemahan progresif/paralysis satu sisi tempore
ü Perubahan pada pola bicara/pola piker
ü Mudah terangsang, peka terhadap stimulus.
ü Penurunan refleks tendon dalam
ü Papiledema.
6. Nyeri/ kenyamanan
ü Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala, misal migrain,
ketegangan otot, cluster, tumor otak, pascatrauma, sinusitis.
ü Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah
ü Fokus menyempit
ü Fokus pada diri sndiri
ü Respon emosional / perilaku tak terarah seperti menangis, gelisah.
ü Otot-otot daerah leher juga menegang, frigiditas vokal.
7. Keamanan
ü Riwayat alergi atau reaksi alergi
ü Demam (sakit kepala)
ü Gangguan cara berjalan, parastesia, paralisis
ü Drainase nasal purulent (sakit kepala pada gangguan sinus)
8. Interaksi social
ü Perubahan dalam tanggung jawab/peran interaksi sosial yang berhubungan
dengan penyakit.
9. Penyuluhan / pembelajaran
ü Riwayat hypertensi, migrain, stroke, penyakit pada keluarga
ü Penggunaan alcohol/obat lain termasuk kafein. Kontrasepsi oral/hormone,
menopause.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/
tekanan syaraf, vasospressor, peningkatan intrakranial ditandai dengan
menyatakan nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi,
perubahan pola tidur, gelisah.
2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi
dan kurang mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya
mengikuti instruksi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri (akut/kronis) berhubungan dengan stress dan ketegangan, iritasi/
tekanan syaraf, vasospasme, peningkatan intrakranial ditandai dengan menyatakan
nyeri yang dipengaruhi oleh faktor misal, perubahan posisi, perubahan pola
tidur, gelisah.
Tujuan : Nyeri
hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
ü Klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang
ü Tanda-tanda vital normal
ü Pasien tampak tenang dan rileks
Intervensi/Implementasi
1). Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
Rasional :
Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.
2). Anjurkan klien istirahat ditempat tidur
Rasional :
istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri
3). Atur posisi pasien senyaman mungkin
Rasional :
posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta
mengurangi nyeri.
4). Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
Rasional :
relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman
5). Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
Rasional :
analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.
2. Koping individual tak efektif berhubungan dengan ketidak-adekuatan
relaksasi, metode koping tidak adekuat, kelebihan beban kerja.
Tujuan : koping
individu menjadi lebih adekuat
Kriteria Hasil :
ü Mengidentifikasi prilaku yang tidak efektif
ü Mengungkapkan kesadaran tentang kemampuan koping yang di miliki
ü Menunjukkan perubahan gaya hidup yang diperlukan atau situasi yang tepat.
Intervensi/Implementasi
1). Kaji kapasitas fisiologis yang bersifat umum.
Rasional :
Mengenal sejauh dan mengidentifikasi penyimpangan fungsi fisiologis tubuh dan
memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan
2). Sarankan klien untuk mengekspresikan perasaannya.
Rasional : klien
akan merasakan kelegaan setelah mengungkapkan segala perasaannya dan menjadi
lebih tenang
3). Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penenangan dan hasil yang
diharapkan.
Rasional : agar
klien mengetahui kondisi dan pengobatan yang diterimanya, dan memberikan klien
harapan dan semangat untuk pulih.
4). Dekati pasien dengan ramah dan penuh perhatian, ambil keuntungan dari
kegiatan yang dapat diajarkan.
Rasional :
membuat klien merasa lebih berarti dan dihargai.
3. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, tidak mengenal informasi dan kurang
mengingat ditandai oleh memintanya informasi, ketidak-adekuatannya mengikuti
instruksi.
Tujuan : pasien
mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
ü Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
ü Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan.
Intervensi /
Implementasi :
1). Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional :
megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
2). Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Rasional :
dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
3). Diskusikan penyebab individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional : untuk
mengurangi kecemasan klien serta menambah pengetahuan klien tetang penyakitnya.
4). Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
Rasional :
mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
5). Diskusikan mengenai pentingnya posisi atau letak tubuh yang normal
Rasional : agar
klien mampu melakukan dan merubah posisi/letak tubuh yang kurang baik.
6). Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang dialaminya dan
faktor-faktor yang berhubungan.
Rasional :
dengan memperhatikan faktor yang berhubungan klien dapat mengurangi sakit
kepala sendiri dengan tindakan sederhana, seperti berbaring, beristirahat pada
saat serangan.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane
C.2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari Brunner & Suddarth, Jakarta
: EGC
Dewanto,
George...[et al.].2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf, Jakarta : EGC
Ikawati,
Zullies. 2010. Resep Hidup Sehat, Yogyakarta : Kanisius
Santosa, Budi. 2005.
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Alih bahasa, Jakarta : Prima
Medika
Wilkinson,
Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC, Jakarta : EGC
Doenges, M.E.
2000. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. Edisi 3, Jakarta : EGC
Kang L S,. 2004.
Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur, Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran
Price, S.A.,
& Wilson, L.M. 2006. Patifisiologi: Konsep klinis proses-proses
penyakit.Vol.2, Jakarta : EGC
Sherwood, L.
2001. Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem, Ed: 2, Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C.,
& Bare, B.G. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner &
Suddarth, vol:3, Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.
2008. Pengantar Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Jakarta : Salemba Medika
Sanders, Valeria
C. Scanlon Tina. 2006. Buku Ajar
Anatomi dan Fisiologi, edisi 3, Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar