Sabtu, 19 Maret 2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)



A.    PENGERTIAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Gagal jantung adalah suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan kemampuannnya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braunwald, 1996).
Gagal jantung yaitu suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel kiri dan kelainan regulasi neurohormonal disertai dengan intoleransi kemampuan kerja fisis, retensi cairan dan memendeknya umur hidup (Packer, 1996).
Ketidakmampuan jantung memompakan darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh pada tekanan pengisian normal padahal aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan normal. (Sonnenblik, 2000).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Brunner and Suddarth, 2001).
 Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp oksigen dan nutrient (Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000).
CHF adalah sindroma kompleks yang secara klinik diakibatkan dari ketidakmampuan dari jantung untuk memenuhi metabolisme tubuh. (Thompson Mc. Farland Hirsh Tucker, 2002, hal. 66).

B.     ETIOLOGI GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Penyebab gagal jantung kongestif dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.       Intrinsik :
ü  Kardiomiopati
ü  Infark miokard
ü  Miokarditis
ü  Penyakit jantung iskemik
ü  Defek jantung bawaan
ü  Perikarditis / tamponade jantung
2.       Sekunder :
ü  Emboli paru
ü  Anemia
ü  Tirotoksikosis
ü  Hipertensi sistemik
ü  Kelebihan volume darah
ü  Asidosis metabolik
ü  Keracunan obat
ü  Aritmia jantung ( dr. Jan Tambayong, 2000 )
Kelainan otot jantung: Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.  Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hiprtensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
a.       Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.  Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpuikan asam laktat).  Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.  Peradangan  dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitaas menurun.
b.      Hipertensi sistemik atau pulmonal ( peningkatan afterload ) meningkatkan  beban kerja jantung dan pada gilirannya  mngakibatkan  hipertrofi serabut otot jantung
c.       Peradangan dan penyakit   myocardium  degeneratif, berhubungan dengan  gagal jantung  karena kondisi  ini secara langsung  merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain: Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang ssecara langsung mempengaruhi jantung.  Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidak mampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afteer load.
Faktor sistemik: Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung.  Meningkatnya laju metabolisme(mis : demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia peperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.  Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung.  Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita elekttronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

C.    DERAJAT
Grade gagal jantung menurut New york Heart Associaion terbagi menjadi 4 kelainan fungsional:
1.      Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik berat
2.      Timbul gejala sesak pada aktifitas fisik sedang
3.      Timbul  gejala sesak pada aktifitas ringan
4.      Timbul gejala  sesak pada aktifitas sangat ringan/ istirahat

D.    TANDA DAN GEJALA GAGAL JANTUNG KONGESTIF
1.      Tanda dominan :
a.      Meningkatnya volume intravaskuler
b.      Kongestif jaringan  akibat tekanan arteri dan vena  meningkat akibat penurunan curah jantungManifestasi kongesti dapat berbeda  tergantung  pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi .
2.      Gagal jantung kiri: Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri krn ventrikel kiri tak mampu  memompa darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi  yaitu :
a.      Dispnu: Terjadi akibat penimbunan cairan  dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.Dapat terjadi ortopnu.Bebrapa pasien dapat mengalami ortopnu pda malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea ( PND)
b.      Batuk
c.      Mudah lelah: Terjadi karena curah jantung yang kurang  yang menghambat  jaringan  dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya  pembuangan sisa  hasil katabolismeJuga terjadi karena  meningkatnya  energi  yang digunakan  untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena  distress pernafasan dan batuk.
d.     Kegelisahan dan kecemasan: Terjadi akibat  gangguan oksigenasi  jaringan, stress akibat kesakitan  bernafas dan pengetahuan bahwa jantung  tidak berfungsi dengan baik.
3.      Gagal jantung kanan
a.      Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b.      Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat badan,
c.      Hepatomegali. Dan nyeri tekan  pada kuadran  kanan atas abdomen  terjadi akibat  pembesaran  vena di  hepar…
d.     Anorexia dan mual. Terjadi akibat  pembesaran  vena  dan statis  vena dalam rongga abdomen.
e.      Nokturia
f.       Kelemahan.

E.     PATHWAY

F.      PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG KONGESTIF
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel .
Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

G.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya
2.      Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
3.      Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia prerenal
4.      Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
5.      Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
6.      Pemeriksaan EKG
7.      Radiografi dada
8.      Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis gerakan dinding regional
9.      Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.

H.    PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah :
1.      Dukung istirahat  untuk mengurangi  beban kerja  jantung.
2.      Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraktilitas miokarium dengan preparat farmakologi, dan
3.      Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
Terapi Farmakologis:
1.        Glikosida jantung: Digitalis , meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung dan memperlambat frekuensi jantung.Efek yang dihasilkan : peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresisidan mengurangi edema
2.        Terapi diuretic: Diberikan untuk memacu eksresi natrium  dan air mlalui ginjal.Penggunaan hrs hati – hati karena efek samping hiponatremia dan hipokalemia
3.        Terapi vasodilator: Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi  impadansi tekanan  terhadap  penyemburan  darah oleh ventrikel. Obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan  peningkatan kapasitas vena sehingga  tekanan engisian  ventrikel kiri  dapat dituruinkan
Dukungan diet: Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan edema.

I.       KOMPLIKASI
1.      Syok kardiogenik
2.      Episode tramboemboli
3.      Efusi dan tamponade pericardium

ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN:
Fokus pengkajian keperawatan  ditujukan  untuk mngobservasi  adanya  tanda-tanda  dan gejala kelebihan  ciaran paru dan tanda  serta gejala sistemis.
1.      Aktifitas /istirahat: Keletihan, insomnia, nyeri dada dengan ktifitas, gelisah, dispnea saat istirahat atau aktifitas, perubhan status mental, tanda vital berubah saat beraktifitas.
2.      Sirkulasi: Riwayat HT IM akut, GJK sebelumnya, penyakit katup jantung,anemia , syok dll. TD, tekanan nadi frekuensi jantung,  irama jantung,  nadi apical bunyu jantung  S3 galop nadi perifer bekurang  perubahan dalam denyutan  nadi jugularis  warna kulit kebiruan punggung kuku pucat atau sianosis hepar adakag pembesaran  bunyi nafas krekles atau ronkhi edema.
3.      Inegritas ego: Ansietas stress marah taku  dan mudah tersinggung
4.      Eliminasi: Gejala penurunan berkemih urun berwarna pekat,  berkemih malam hario diare/ konsipasi.
5.      Makanan / cairan: Kehilangan nafsu makan mual, muntah, penambahan Bbsignifikan, Pembengkakan ektrimitas bawah,  diit tinggi garam pengunaan diuretic distensi abdomen edema umum dll.
6.      Hygiene: Keletihan selama aktifitas perawatan diri, penampilan kurang
7.      Neurosensori: Kelemahan, pusing letargi,  perubahan perilaku dan  mudah tersinggung.
8.      Nyeri/kenyamanan: Nyeri dada akut kronuk nyeri abdomen  sakit pada otot gelisah
9.      Pernapasan keamanan: Dispnea saat aktifitas tidur sambil duduk atau dngan beberapa bantal.btuk dengan atau tanpa sputum penggunaan bantuan otot pernafasan oksigen dll. Bunyi nafas warna kulit.
10.  Interaksi socialPenurunan aktifitas yang biasa dilakukan
                                 
B.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontraktilitas miokardial ditandai dengan:
ü  Takikardia, disritmia, perubahan gambaran pola EKG
ü  Hipotensi/hipertensi
ü  Bunyi jantung ekstra (S3, S4)
ü  Penurunan haluaran urine
ü  Nadi perifer tidak teraba
ü  Kulit dingin, kusam, diaphoresis
ü  Ortopnea, krakles, JVD, perbesaran hepar, edema, nyeri dada
Tujuan: menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (distrimia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung
Intervensi:
1).    Auskultasi nadi perifer
                 Rasional : biasanya terjadi takikardia
2).    Catat bunyi jantung
Rasional : irama galkop umum S3 dan S4 dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
3).    Palpasi nadi perifer
Rasional : penurunan curah jantung dapat menunjukkan turunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis dan posubial
4).    Pantau tekanan darah
Rasional : pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tak dapat normal lagi
5).    Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
Rasional : pucat menunjukkan turunnya perfusi perifer, sianosis dapat terjadi sebagai refraktori
6).    Pantau haluaran urine
Rasional : ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium
7).    Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan tenang: menjelaskan manajemen medik/keperawatan, membantu pasien menghindari stress
Rasional : stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung
8).    Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat dapat meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama/immobilisasi ditandai dengan:
ü  Kelemahan, kelelahan
ü  Perubahan tanda vital, adanya disritmia
ü  Dispnea, pucat, berkeringat
Tujuan: klien berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawatan diri sendiri dengan kriteria  Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan menurunnya kelemahan dan kelelahan dan tanda vital dalam batas normal selama aktivitas.
Intervensi:
1).    Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila pasien menggunakan vasodilator, diuretik, penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostarik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik atau pengaruh fungsi jantung.
2).    Carat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat disritmia. dispnea. berkeringat, pucat.
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas, dapat menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3).    Kaji prespirator/penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat. Nyeri dan program penuh stres juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4).    Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
5).    Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi. Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat,
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa mempengaruhi stres miokard/kebutuhan oksigen berlebihan.
6).    Implementasikan program rehabilitasi jantung/aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung di bawah stres, bila disfungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
3.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air ditandai dengan:
ü  Ortopnea, bunyi jantung S3
ü  Oliguria, edema, DVJ, refleks hepatojugular positif
ü  Peningkatan berat badan, hipertensi
ü  Distres pernafasan, bunyi jantung abnormal
Tujuan: mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema.
Intervensi:
1).   Pantau haluaran urine, catat jumlah dan warna saat hari di mana diuresis terjadi.
Rasional : Haluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal.
2).   Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada.
3).   Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi Fowler selama fase akut.
Rasional : Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4).   Buat jadwal pemasukan cairan
Rasional : Melibatkan pasien dalam program terapi.
5).   Timbang berat badan tiap hari
Rasional : Catat ada atau tidak hilangnya edema sebagai respons terhadap terapi
6).   Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat area tubuh dependen untuk edema dengan atau tanpa pitting; catat adanya edema tubuh umum (anasarka).
Rasional : Retensi cairan berlebihan dapat dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema. Edema perifer mulai pada kaki atau mata kaki. Edema pitting adalah gambaran secara umum hanya setelah retensi.
7).   Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan/atau bunyi tambahan
Rasional : Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru
8).   Pantau TD dan CVP
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan volume cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
9).   Pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : dengan pemberian obat yang benar akan membantu proses penyembuhan.
4.      Risiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolus.
Tujuan: Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/oksimetri dalam rentan normal dan bebas gejala distress pernafasan
Intervensi:
1).    Auskultasi bunyi napas, catat krekels, mengi.
Rasional : menyatakan adanya kongesti paru/pengumpulan sekret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
2).    Anjurkan pasien batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
3).    Dorong perubahan posisi sering.
Rasional : membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4).    Pertahankan duduk di kursi/tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20-30 derajat, posisi semi Fowler. Sokong tangan dengan bantal.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan inflamasi paru maksimal
5).    Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru. Perubahan kompensasi biasanya ada pada GJK kronis.
6).    Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki/menurunkan hipoksemia jaringan.
7).    Berikan obat sesuai indikasi
Rasional : membantu proses penyembuhan .
5.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang hubungan fungsi jantung/ penyakit/gagal ditandai dengan:
ü  Pertanyaan
ü  Pernyataan masalah/kesalahan persepsi
ü  Terulangnya episode GJK yang dapat dicegah
Tujuan: mengidentifikasi hubungan terapi (program pengobatan) untuk menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi
Intervensi:
1).    Diskusikan fungsi jantung normal, meliputi informasi sehubungan dengan perbedaan pasien dari fungsi normal. Jelaskan perbedaan antara serangan jantung dan GJK
Rasional : pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada program pengobatan
2).    Kuatkan rasional pengobatan
Rasional : pemahaman program, obat dan pembatasan dapat meningkatkan kerjasama untuk mengontrol gejala.
3).    Diskusikan pentingnya menjadi seaktif mungkin tanpa menjadi kelelahan, dan istirahat di antara aktivitas.
Rasional : Aktivitas fisik berlebihan dapat berlanjut menjadi melemahkan jantung, eksaserbasi kegagalan.
4).    Diskusikan obat, tujuan dan efek samping. Berikan instruksi secara verbal dan tertulis.
Rasional : Pemahaman kebutuhan terapeutik dan pentingnya upaya pelaporan efek samping dapat mencegah terjadinya komplikasi obat.
5).    Anjurkan makan diet pada pagi hari.
Rasional : Memberikan waktu adekuat untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk mencegah/membatasi menghentikan tidur.
6).    Jelaskan dan diskusikan peran pasien dalam mengontrol faktor risiko dan faktor.
Rasional : Menambahkan pada kerangka pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk membuat keputusan berdasarkan informasi sehubungan dengan kontrol kondisi dan mencegah berulang/komplikasi.
7).    Bahas ulang tanda/gejala yang memerlukan perhatian medik cepat, contoh edema, demam, hemoptisis.
Rasional : Pemantauan sendiri meningkatkan tanggung jawab pasien dalam pemeliharaan kesehatan dan mencegah komplikasi.
8).    Berikan kesempatan pasien/orang terdekat untuk bertanya.
Rasional : Kondisi kronis dan berulang/menguatnya kondisi GJK sering melemahkan kemampuan koping dan kapasitas dukungan pasien dan orang terdekat.
9).    Tekankan pentingnya melaporkan tanda/gejala toksisitas digitalis.
Rasional : Pengenalan dini terjadinya komplikasi dan keterlibatan pemberi perawatan dapat mencegah toksisitas/perawatan di rumah sakit.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Alih bahasa I Made Kariasa. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. (2001). Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Tambayong, dr. Jan. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Noer, Sjaifoellah. (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2, Jakarta EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1, Jakarta : Media Aesculapius
Brunner dan Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta: EGC .
Doenges M E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC
Muttaqin Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sisitem Kardiovaskulardan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Wijaya A S, Putri Y M. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar