Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intra okuler (Long Barbara, 1996)
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai
dengan peningkatan tekanan intraokular. ( Barbara C Long, 2000 : 262 )
Glaukoma merupakan
sekelompok penyakit kerusakan saraf optik(neoropati optik) yang biasanya
disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Yang
menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang
pandang sentral terkena. (Bruce James. et al , 2006 : 95)
Glaukoma adalah penyakit
mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta
kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola
mata yang tidak normal. (Sidarta Ilyas, 2002 : 239)
Glaukoma adalah suatu keadaan
dimana tekanan bola mata tidak normal (N = 15-20mmHg). (Sidarta Ilyas, 2004 :
135)
Glaukoma adalah kondisi
mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan abnormal tekanan intraokular (
sampai lebih dari 20 mmHg). (Elizabeth J.Corwin, 2009 : 382)
Glaukoma adalah suatu
penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan TIO, penggaungan, dan
degenerasi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. ( Anas Tamsuri,
2010 : 72 )
Jadi, Glaukoma adalah
salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara
bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin
berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena
saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan
membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola
mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf
mata akan mati.
B.ETIOLOGI
1.Primer: Terdiri dari
a.
Akut:
Dapat disebabkan karena trauma
b.Kronik: Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti: Diabetes
mellitus, Arterisklerosis, Pemakaian kortikosteroid jangka panjang, Miopia
tinggi dan progresif
2.Sekunder: Disebabkan penyakit mata lain
seperti: Katarak, Perubahan lensa, Kelainan uvea, Pembedahan.
Penyebabnya
tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan
karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa meningkatkan tekanan intra
okuler.
Faktor-faktor
resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif,2009).
· Umur
· Riwayat anggota
keluarga yang terkena glaukoma
· Tekanan bola
mata /kelainan lensa
· Obat-obatan
C.KLASIFIKASI
1.Glukoma primer: Glukoma sudut terbuka
terjadi karena tumor aqueus mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular kelainannya
berkenang lambat. Glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut tertutup terjadi
karena ruang anterior menyempit, sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke
jaringan trabekular dan menghambat humor aqoeus mengalir ke saluran schlemm.
2.Glaukoma sekunder: Glaukoma yang terjadi
akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut / peningkatan
volume cairan dari dalam mata dapat diakibatkan oleh: perubahan lensa, Kelainan
uvea, Trauma, Bedah
3.Glaukoma kongenital: Glaukoma yang terjadi
akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular
4.Glaukoma absolut: Hasil akhir dari suatu
glaukoma yang tidak terkontrol yaitu mengerasnya bola mata, berkurangnya
penglihatan sampai dengan nol, dan rasanyeri. Glaukoma absolute merupakan
keadan terakhir dari semua macam glaucoma dimana ketajaman penglihatan sudah
menjadi nol, rata-rata terjadi setelah satu atau dua tahun serangan pertama
glaucoma apabila tidak mendapat pengobatan, tidak dioperasi, salah diagnosis,
salah penanganan atau tekanan intra okuler dibiarkan meninggi.
D.TANDA
DAN GEJALA
1.Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka: Kerusakan visus
yang serius, Lapang pandang mengecil dengan macam–macam skotoma yang khas, Perjalanan
penyakit progresif lambat
b.Glaukoma sudut tertutup: Nyeri hebat
didalam dan sekitar mata, Timbulnya halo di sekitar cahaya, Pandangan kabur,
Sakit kepala, Mual, muntah, Kedinginan, Demam bahkan perasaan takut mati mirip
serangan angina, yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan
penglihatan, foto fobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien
2.Glaukoma sekunder: Pembesaran bola mata,
Gangguan lapang pandang, Nyeri di dalam mata
3.Glaukoma kongenital: Gangguan penglihatan
E.PATOFISIOLOGI
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi aqueus humor dan
aliran keluar aqueus humor dari mata. TIO normal adalah 12-21 mmHg dan
memepertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran keluar
aqueus humor. Aqueus humor diproduksi di dalam badan silier dan mengalir keluar
melalui kanal schlemn ke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi
akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal
terhadap aliran keluar aqueus melalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan
tekanan intraokuler >23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Penigkatan
TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina. Iskemia menyebakan
struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya
di mulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan
kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat
permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya
pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang. (Indriana
N. Istiqomah, 2004)
Aqueous humor secara kontinou diproduksi oleh badan
silier (sel epitel prosesus siliari bilik mata belakang untuk memberikan
nutrient pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabukuler,
pupil, bilik mata depan, trabukuler meshword dank kanal schlem. Tekanan intra
okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 12-21 mmHG tergantung keseimbangan
antara produksi dan pengeluaran (aliran) aqueous humor dibilik mata depan.
Peningkatan TIO akan menekan aliran darah kesaraf optic
dan retina sehingga dapat merusak serabut saraf optic menjadi iskemik dan mati
selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan dimulai dari perifer menuju ke fovia
sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari
daerah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).
F.PATHWAY
G.KOMPLIKASI
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma,
glaukoma penutupan sudut akut adalah suatu kedaruratan medis. agens topikal
yang digunakan untuk mengobati glaukoma dapat memiliki efek sistemik yang
merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa
perburukan kondisi jantung, pernapsan atau neurologis.
H.PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan pemeriksaan khusus
untuk glaukoma.
a.
Tonometri
Tonometri
diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara tonometri,
untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
- Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
- Indentasi dengan tonometer schiotz
- Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
- Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti
Palpasi atau Digital\
Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab
cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam keadaan
terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk
diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak
boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras
pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini
selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu
jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.
Tinggi rendahnya
tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N + 1 : agak
tinggi
N + 2 :
untuk tekanan yang lebih tinggi
N – 1 : lebih
rendah dari normal
N – 2 : lebih
rendah lagi, dan seterusnya
2.
Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi
diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
3.
Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan
papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil
saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi.
Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang
luasnya tetap atau terus melebar.
4.
Pemeriksaan lapang pandang
a.
Pemeriksaan lapang pandang
perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih lanjut, karena dalam tahap
lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian
meluas ke tengah.
b.
Pemeriksaan lapang pandang
sentral : mempergunakan tabir Bjerrum, yang meliputi daerah luas 30 derajat.
Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang ditemukan para sentral yang dinamakan
skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas, 2002 : 242-248)
Pada penderita dengan dugaan glaukoma
harus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1.
Biomikroskopi, untuk menentukan
kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah
glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder.
2.
Gonioskopi, menggunakan lensa
gonioskop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat sudut pembuangan humor akuos
sehingga dapat ditentukan jenis glaukomanya sudut terbuka atau tertutup.
3.
Oftalmoskopi, yaitu pemeriksaan
untuk menentukan adanya kerusakan saraf optik berdasarkan penilaian bentuk
saraf optik menggunakan alat oftalmoskop direk.
4.
OCT (Optical Coherent
Tomography). Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan serabut saraf sekitar
papil saraf optik sehingga jika terdapat kerusakan dapat segera dideteksi
sebelum terjadi kerusakan lapang pandangan, sehingga glaukoma dapat ditemukan
dalam stadium dini
5.
Perimetri, alat ini berguna
untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang disebabkan oleh kerusakan
saraf optik.
6.
Tonometri, pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengukur besarnya tekanan bola mata/tekanan intraokuler/TIO.
I.PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke
tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda
tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi:
1.Terapi obat: Aseta
Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral. Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam.
2.Bedah lazer: Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran
humor aqueus dan menurunkan tio.
3.Bedah konfensional: Iredektomi
perifer atau lateral
dilakukan untuk mengangkat sebagian iris unutk memungkinkan aliran humor aqueus Dari kornea posterior
ke anterior. Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu
melalui sclera.
J.PENCEGAHAN
1.
Deteksi dini
Salah satu satu cara pencegahan glaukoma adalah dengan deteksi
sedinimungkin. Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya glaukoma
sudutterbuka. Jika penyakit ini ditemukan secara dini, maka hilangnya fungsi
penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan. Orang-orang
yangmemiliki resiko menderita glaukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani
pemeriksaan mata yang rutin dan jika resikonya tinggi sebaiknya
menjalaniiridotomi untuk mencegah serangan akut.
a.
Mengingat hilangnya penglihatan
secara permanen yang disebabkan olehglaukoma, sebaiknya setiap orang
memperhatikan kesehatan matanya dengancara melakukan pengukuran tekanan bola
mata secara rutin setiap 3 tahun,terutama bagi orang yang usianya di atas 40
tahun.
b.
Faktor risiko lain yang perlu
diwaspadai adalah mereka yang memiliki riwayatkeluarga penderita glaukoma, mata
minus tinggi atau plus tinggi (miopia),serta penderita penyakit sistemik
seperti diabetes atau kelainan vaskular (jantung).
c.
Pemeriksaan mata rutin yang disarankan
adalah setiap enam bulan sekali,khususnya bagi orang dengan risiko tinggi.
Untuk mengukur tekanan bolamata kerusakan mata yang diderita dilakukan tes
lapang pandang mata.- Sebaiknya diperiksakan tekanan bola mata bila mata
kemerahan dan sakitkepala berat.
2.
Nutrisi yang adekuat (banyak
mengandung vitamin A dan Beta Karoten)
Faktor risiko pada seseorang yang bisa
menderita glaukoma adalah seperti diabetesmellitus dan hipertensi, untuk itu
bagi yang menderita diabetes mellitus dianjurkan untuk mengurangi
mengkonsumsi gula agar tidak terjadi komplikasiglaukoma, sedangkan untuk
penderita hipertensi dianjurkan untuk diet rendahgaram karena jika tekanan
darah naik cepat akan menaikkan tekanan bola mata.
3.
Gaya Hidup (Life style) yang
sehat seperti menghindari merokok dan olahragateratur. Olahraga dapat
merendahkan tekanan bola mata sedikit.
4.
Pencegahan lanjutan bagi yang
sudah menderita glaukoma agar tidak bertambah parah/untuk mencegah tingginya
tekanan intraokuler yaitu :
a.
Mengurangi stress
b.
Hindari membaca dekat karena
pupil akan menjadi kecil sehingga glaucomaakan memblok pupil
c.
Hindari pemakaian obat
simpatomimetik karena pupil akan melebar (dilatasi)
d.
Diet rendah natrium
e.
Pembatasan kafein
f.
Mencegah konstipasi
g.
Mencegah manuver valsava
seperti batuk, bersin, dan mengejan karena akanmeningkatkan TIO
h.
Menempatkan pasien dalam posisi
supinasi dapat membantu pasien merasanyaman dan mengurangi tekanan intra
okular. Diyakini juga bahwa dengan posisi supinasi, lensa jatuh menjauh dari
iris yang mengurangi blok pupil.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
IDENTITAS KLIEN
B.
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.
RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita: glaukoma, katarak, hipertensi, DM?
Kebiasaan buruk: Miras, merokok, makanan asin?
Penyakit keturunan: DM, miopia?
Operasi: mata?
D. RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: Pusing, pandangan kabur, nyeri
mata, sesak, mual, muntah?
E. PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
Apakah klien tahu tentang
penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa
sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab
dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang
sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2. Nutrisi metabolik
Apakah klien merasa
mual/muntah?
Apakah klien mengalami
anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi,
jenis, voleme?
3. Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi,
warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri,
sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan,
cepat lelah?
5. Tidur dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam
?
Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri
(PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7. Persepsi dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait
dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga,
perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu, siapa yang
menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien
(mestruasi teratur? Impotensi?)?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap
stres
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari
solusi?
11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan
ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan
kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam
menjalankan ajaran Agama yang dianut?
F. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum :
- Kesadaran :
- Tanda-tanda vital :
- Status gizi :
- Pemeriksaan Head to toe
a.
Kulit,
rambut, dan kuku
1) Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi
dan vaskularisasi
2) Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan
catat adanya abnormalitas
3) Palasi kulit untuk mengetahui suhu,
turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.
Kepala:
1)
Inspeksi
kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)
Palpasi
dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala
ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan
nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.
Mata
1)
Inspeksi
kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)
Inspeksi
daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang
orbital.
3)
Inspeksi
konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna,
edema, dan lesi.
4)
Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea)
dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar
cahaya tidak langsung.
5)
Inspeksi
pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan,
ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)
Inspeksi
iris terhadap bentuk dan warna
7)
Inspeksi
dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)
Uji
ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan
pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)
Uji
lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10) Uji gerakan mata pada delapan arah
pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus
okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d. Hidung
1)
Inspeksi
hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau
lesi, dan cairan yang keluar.
2)
Palpasi
lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa
dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)
Periksa
patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien
bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan
pasien membau (nervus olfaktorius).
4)
Masukkan
spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan
bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.
Telinga
1)
Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)
Inspeksi
telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)
Palpasi
kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah
daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)
Palpasi
tulang telinga (prosesus mastoideus)
5)
Tarik
daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun
telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen,
cairan, dan peradangan.
6)
Uji
fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala
(tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.
Mulut dan faring
1)
Inspeksi
warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)
Minta
pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi
keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)
Minta
pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi,
gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4)
Inspeksi
faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5)
Melakukan
pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)
Meminta
pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)
Menguji
sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.
Leher
1)
Inspeksi
bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut
atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)
Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri
(nervus aksesorius)
3)
Inspeksi
kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid
pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)
Palpasi
kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)
Palpasi kelenjar tiroid
h.
Thorak dan tulang belakang
1)
Inspeksi kelainan bentuk thorak
(barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)
Inspeksi kelainan bentuk tulang
belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)
Palpasi adanya krepitus pada kosta
4)
Khusus pasien wanita dilakukan
pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.
Paru posterior, lateral, anterior
1)
Inspeksi
kesimetrisan paru
2)
Palpasi
(taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang
bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)
Palpasi
pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus
dan minta pasien bernapas panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)
Perkusi
dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan
torakal 10). Catat suara perkusi:
sonor/hipersonor/redup.
5)
Auskultasi bunyi paru saat
inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara
abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.
Jantung dan pembuluh darah
1)
Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan
apical.
2)
Palpasi area aorta pada
interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari
ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5
kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri
(denyut apkal).
3)
Perkusi untuk mengetahui batas
jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)
Auskultasi bunyi jantung I dan
II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)
Periksa
vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.
Abdomen
1)
Inspeksi
dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan
umbilikus)
2)
Auskultasi
4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)
Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan
suprapubik.
4)
Perkusi:
4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)
Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6)
Mengukur lingkar perut
l.
Genitourinari
1)
Inspeksi
anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche
(khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)
Inspeksi
alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan,
ciran, bau.
3)
Inspeksi
alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan
rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)
Palpasi
skrotum dan testis sudah turun atau belum
m. Ekstremitas
1)
Inspeksi
ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)
Palpasi:
tonus otot, kekuatan otot
3)
Kaji
sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)
Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)
Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6)
Kaji reflek patologis: reflek plantar
(babinsky)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan retina
2. Pengukuran tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometri
3. Pemeriksaan lapang pandang
4. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
5. Pemeriksaan refraksi
6. Respon refleks pupil
7. Pemeriksaan slit lamp
H. TERAPI
Terapi yang didapat:
nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
- Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh nyeri
§ Pasein tidak mengeluh sesak
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§ Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Monitor
derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)
Ajarkan
teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)
Beri
posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)
Beri
posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)
Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)
Anjurkan
untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)
Kolaborasi/lanjutkan
pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2. Perfusi jaringan serebral/perifer tidak
efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh pusing
§ Pasien tidak mengeluh sesak napas
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§ Nadi 60-100x/mnt
§ CRT: <3 detik
Intervensi:
1) Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah,
nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2) Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan pasien
3) Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui
kemampuan pasien
4) Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
5) Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6) Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
7) Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus
kesadaran pasien
8) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
9) Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
10) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
11) Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi
pasien
12) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama,
dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses
penyembuhan
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
§ Pasien bisa menjelaskan pengertian
§ Bisa menyebutkan penyebab
§ Bisa menyebutkan tanda dan gejala
§ Bisa menyebutkan perawatan
§ Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1) Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2) Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3) Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4) Anjurkan kepada klien untuk
melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
4.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§
Pasien
tidak mengeluh lemas
§ Pasien
tidak mengeluh pusing
§ Pasien
tidak mengeluh sesak napas
§
Pernapasan 12-21x/mnt
§
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§
Nadi
60-100x/mnt
§
CRT: <3 detik
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)
Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan
kondisi
4)
Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan
oksigen
5)
Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
6)
Bantu
aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi bebar kerja pasien
7)
Beri
cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan
kondisi
8)
Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
9)
Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis,
waktu, cara, rute
R/mempercepat penyembuhan
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna,
mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
§ Pasien tidak mengeluh lemas
§ Makan habis 1 porsi
§ Pasien tidak mual
§ Pasien tidak muntah
§ Berat badan normal/ideal
§ Konjungtiva merah muda
§
Rambut tidak rontok
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan pasien
3)
Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan pasien
4)
Monitor tonus
otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan pasien
5)
Monitor
intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien
6)
Anjurkan
untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)
Anjurkan
makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
8)
Anjurkan pasien
untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
9)
Kolaborasi/lanjutkan
pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6.
Hipertermia
berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24 jam dengan kriteria hasil:
§
Suhu: 36-37°C/axila
§ Pernapasan 12-21x/mnt
§ Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§
Nadi
60-100x/mnt
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)
Anjurkan
untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)
Anjurkan
untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)
Anjurkan
untuk menggunakan pakaian yang tipis
R/ mengurangi rasa panas
5)
Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
6)
Beri
kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
7)
Kolaborasi/lanjutkan
pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
7.
Resiko jatuh
berhubungan dengan usia lebih 65 tahun, penyakit akut, sulit penglihatan.
Tujuan: Pasien tidak jatuh setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
§
Pasien
tidak mengeluh pusing
§
Pasien
bisa melihat dengan jelas
§
Pernapasan
12-21x/mnt
§
Tekanan
darah 120-129/80-84mmHg
§
Nadi
60-100x/mnt
§
CRT:
<3 detik
Intervensi:
1)
Ukur
tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)
Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)
Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)
Libatkan
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
5)
Kolaborasi/lanjutkan
penggunaan alat bantu penglihatan/tongkat
RMenghindari kesalahpahaman
persepsi pasien
6)
Kolaborasi
untuk pembedahan
R/mengatasi permasalahan
pasien
8.
Resiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan
sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan
keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
§
Daerah
tusukan infus tidak ada tanda peradangan
§
Hasil
laboratorium darah normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1)
Monitor
tanda-tanda peradangan
R/untuk
melihat tanda-tanda peradangan
2)
Monitor
pemeriksaan Laboratorium darah
R/untuk melihat kandungan darah
3)
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan
R/untuk menghindari inos
4)
Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)
Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)
Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)
Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses
penyembuhan luka
8)
Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ;
nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah, Edisi 8, Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi
10, Jakarta: EGC
Mansjoer. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid 1, Jakarta:
FKUI
Brunner and suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, vol.
3, Jakarta: EGC
Marylin E. Doengus. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 8,
Jakarta: EGC
Purwadianto. 2002. Pedoman Pelaksanaan Praktis Kedaduratan Medik, Edisi
2, Jakarta: PLRUI
Nanda. 2005. Definisi dan klasifikasi, Jakarta: Prima Medika
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Mata. Jakarta: EGC.
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Mata. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta:
Media Aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar