Rabu, 16 Maret 2016

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GLAUKOMA



       
   A.DEFINISI
Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler (Long Barbara, 1996)
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular. ( Barbara C Long, 2000 : 262 )
      Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik(neoropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Yang menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sentral terkena. (Bruce James.  et al , 2006 : 95)
      Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal. (Sidarta Ilyas, 2002 : 239)
      Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata tidak normal (N = 15-20mmHg). (Sidarta Ilyas, 2004 : 135)
      Glaukoma adalah kondisi mata yang biasanya disebabkan oleh peningkatan abnormal tekanan intraokular ( sampai lebih dari 20 mmHg). (Elizabeth J.Corwin, 2009 : 382)
      Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan TIO, penggaungan, dan degenerasi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas. ( Anas Tamsuri, 2010 : 72 )
      Jadi, Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati.

           B.ETIOLOGI
1.Primer: Terdiri dari
a. Akut: Dapat disebabkan karena trauma
b.Kronik: Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti: Diabetes mellitus, Arterisklerosis, Pemakaian kortikosteroid jangka panjang, Miopia tinggi dan progresif
2.Sekunder: Disebabkan penyakit mata lain seperti: Katarak, Perubahan lensa, Kelainan uvea, Pembedahan.
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa meningkatkan tekanan intra okuler.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif,2009).
·      Umur
·      Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
·      Tekanan bola mata /kelainan lensa
·      Obat-obatan

           C.KLASIFIKASI
1.Glukoma primer: Glukoma sudut terbuka terjadi karena tumor aqueus mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular kelainannya berkenang lambat. Glaukoma sudut tertutup. Glaukoma sudut tertutup terjadi karena ruang anterior menyempit, sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqoeus mengalir ke saluran schlemm.
2.Glaukoma sekunder: Glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang menyebabkan penyempitan sudut / peningkatan volume cairan dari dalam mata dapat diakibatkan oleh: perubahan lensa, Kelainan uvea, Trauma, Bedah
3.Glaukoma kongenital: Glaukoma yang terjadi akibat kegagalan jaringan mesodermal memfungsikan trabekular
4.Glaukoma absolut: Hasil akhir dari suatu glaukoma yang tidak terkontrol yaitu mengerasnya bola mata, berkurangnya penglihatan sampai dengan nol, dan rasanyeri. Glaukoma absolute merupakan keadan terakhir dari semua macam glaucoma dimana ketajaman penglihatan sudah menjadi nol, rata-rata terjadi setelah satu atau dua tahun serangan pertama glaucoma apabila tidak mendapat pengobatan, tidak dioperasi, salah diagnosis, salah penanganan atau tekanan intra okuler dibiarkan meninggi.


          D.TANDA DAN GEJALA
1.Glaukoma primer
a. Glaukoma sudut terbuka: Kerusakan visus yang serius, Lapang pandang mengecil dengan macam–macam skotoma yang khas, Perjalanan penyakit progresif lambat
b.Glaukoma sudut tertutup: Nyeri hebat didalam dan sekitar mata, Timbulnya halo di sekitar cahaya, Pandangan kabur, Sakit kepala, Mual, muntah, Kedinginan, Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan, foto fobia dan lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien
2.Glaukoma sekunder: Pembesaran bola mata, Gangguan lapang pandang, Nyeri di dalam mata
3.Glaukoma kongenital: Gangguan penglihatan

           E.PATOFISIOLOGI
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi aqueus humor dan aliran keluar aqueus humor dari mata. TIO normal adalah 12-21 mmHg dan memepertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran keluar aqueus humor. Aqueus humor diproduksi di dalam badan silier dan mengalir keluar melalui kanal schlemn ke dalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar aqueus melalui camera oculi anterior (COA). Peningkatan tekanan intraokuler >23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Penigkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optik dan retina. Iskemia menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya di mulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optik dan retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang. (Indriana N. Istiqomah, 2004)
Aqueous humor secara kontinou diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus siliari bilik mata belakang untuk memberikan nutrient pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabukuler, pupil, bilik mata depan, trabukuler meshword dank kanal schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 12-21 mmHG tergantung keseimbangan antara produksi dan pengeluaran (aliran) aqueous humor dibilik mata depan.
Peningkatan TIO akan menekan aliran darah kesaraf optic dan retina sehingga dapat merusak serabut saraf optic menjadi iskemik dan mati selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan dimulai dari perifer menuju ke fovia sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari daerah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).

            F.PATHWAY



          G.KOMPLIKASI
Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma, glaukoma penutupan sudut akut adalah suatu kedaruratan medis. agens topikal yang digunakan untuk mengobati glaukoma dapat memiliki efek sistemik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa perburukan kondisi jantung, pernapsan atau neurologis.

          H.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan bukan merupakan pemeriksaan khusus untuk glaukoma.
a.       Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
-       Palpasi atau digital dengan jari telunjuk
-       Indentasi dengan tonometer schiotz
-       Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann
-       Nonkontak pneumotonometri
Tonomerti Palpasi atau Digital\
        Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat, sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan ini selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.
Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut :
N : normal
N + 1 : agak tinggi
N + 2 : untuk  tekanan yang lebih tinggi
N – 1 : lebih rendah dari normal
N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya
2.      Gonioskopi
Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan.
3.      Oftalmoskopi
Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.
4.      Pemeriksaan lapang pandang
a.       Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
b.      Pemeriksaan lapang pandang sentral : mempergunakan tabir Bjerrum, yang meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma Bjerrum.(Sidarta Ilyas, 2002 : 242-248)

      Pada penderita dengan dugaan glaukoma harus dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1.      Biomikroskopi, untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder.
2.      Gonioskopi, menggunakan lensa gonioskop. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat sudut pembuangan humor akuos sehingga dapat ditentukan jenis glaukomanya sudut terbuka atau tertutup.
3.      Oftalmoskopi, yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik menggunakan alat oftalmoskop direk.
4.      OCT (Optical Coherent Tomography). Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf optik sehingga jika terdapat kerusakan dapat segera dideteksi sebelum terjadi kerusakan lapang pandangan, sehingga glaukoma dapat ditemukan dalam stadium dini
5.      Perimetri, alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yang disebabkan oleh kerusakan saraf optik.
6.      Tonometri, pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur besarnya tekanan bola mata/tekanan intraokuler/TIO.

             I.PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi penyakit dan respons terhadap terapi:
1.Terapi obat: Aseta Zolamit (diamox, glaupakx) 500 mg oral. Pilokarpin Hcl 2-6 % 1 tts / jam.
2.Bedah lazer: Penembakan lazer untuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan tio.
3.Bedah konfensional: Iredektomi perifer atau lateral dilakukan untuk mengangkat sebagian iris unutk memungkinkan aliran humor aqueus Dari kornea posterior ke anterior. Trabekulektomi (prosedur filtrasi) dilakukan untuk menciptakan saluran balu melalui sclera.

             J.PENCEGAHAN
1.      Deteksi dini
Salah satu satu cara pencegahan glaukoma adalah dengan deteksi sedinimungkin. Tidak ada tindakan yang dapat mencegah terjadinya glaukoma sudutterbuka. Jika penyakit ini ditemukan secara dini, maka hilangnya fungsi penglihatan dan kebutaan bisa dicegah dengan pengobatan. Orang-orang yangmemiliki resiko menderita glaukoma sudut tertutup sebaiknya menjalani pemeriksaan mata yang rutin dan jika resikonya tinggi sebaiknya menjalaniiridotomi untuk mencegah serangan akut.
a.    Mengingat hilangnya penglihatan secara permanen yang disebabkan olehglaukoma, sebaiknya setiap orang memperhatikan kesehatan matanya dengancara melakukan pengukuran tekanan bola mata secara rutin setiap 3 tahun,terutama bagi orang yang usianya di atas 40 tahun.
b.    Faktor risiko lain yang perlu diwaspadai adalah mereka yang memiliki riwayatkeluarga penderita glaukoma, mata minus tinggi atau plus tinggi (miopia),serta penderita penyakit sistemik seperti diabetes atau kelainan vaskular (jantung).
c.    Pemeriksaan mata rutin yang disarankan adalah setiap enam bulan sekali,khususnya bagi orang dengan risiko tinggi. Untuk mengukur tekanan bolamata kerusakan mata yang diderita dilakukan tes lapang pandang mata.- Sebaiknya diperiksakan tekanan bola mata bila mata kemerahan dan sakitkepala berat.
2.      Nutrisi yang adekuat (banyak mengandung vitamin A dan Beta Karoten)
Faktor risiko pada seseorang yang bisa menderita glaukoma adalah seperti diabetesmellitus dan hipertensi, untuk itu bagi yang menderita diabetes mellitus  dianjurkan untuk mengurangi mengkonsumsi gula agar tidak terjadi komplikasiglaukoma, sedangkan untuk penderita hipertensi dianjurkan untuk diet rendahgaram karena jika tekanan darah naik cepat akan menaikkan tekanan bola mata.
3.      Gaya Hidup (Life style) yang sehat seperti menghindari merokok dan olahragateratur. Olahraga dapat merendahkan tekanan bola mata sedikit.
4.      Pencegahan lanjutan bagi yang sudah menderita glaukoma agar tidak bertambah parah/untuk mencegah tingginya tekanan intraokuler yaitu :
a.       Mengurangi stress
b.      Hindari membaca dekat karena pupil akan menjadi kecil sehingga glaucomaakan memblok pupil
c.       Hindari pemakaian obat simpatomimetik karena pupil akan melebar (dilatasi)
d.      Diet rendah natrium
e.       Pembatasan kafein
f.       Mencegah konstipasi
g.      Mencegah manuver valsava seperti batuk, bersin, dan mengejan karena akanmeningkatkan TIO
h.      Menempatkan pasien dalam posisi supinasi dapat membantu pasien merasanyaman dan mengurangi tekanan intra okular. Diyakini juga bahwa dengan posisi supinasi, lensa jatuh menjauh dari iris yang mengurangi blok pupil.






ASUHAN KEPERAWATAN

A.    IDENTITAS KLIEN
B.     IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
C.     RIWAYAT KEPERAWATAN MASA LALU
Penyakit yang pernah diderita: glaukoma, katarak, hipertensi, DM?
Kebiasaan buruk: Miras, merokok, makanan asin?
Penyakit keturunan: DM, miopia?
Operasi: mata?
D.    RIWAYAT KEPERAWATAN SEKARANG
Keluhan utama: Pusing, pandangan kabur, nyeri mata, sesak, mual, muntah?
E.     PENGKAJIAN PERPOLA KESEHATAN
1.      Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
2.      Nutrisi metabolik
Apakah klien merasa mual/muntah?
Apakah klien mengalami anoreksia?
Makan/minum: frekuensi, porsi, jenis, voleme?
3.      Eliminasi
Apakah BAB/BAK teratur, frekuensi, warna, konsistensi, keluhan nyeri?
4.      Aktivitas dan latihan
Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (mandiri, sebagian, total)?
Apakah pada saat beraktivitas sesak, palpitasi, kelemahan, cepat lelah?
5.      Tidur dan istirahat
Apakah tidur klien terganggu?
Berapa lama, kualitas tidur (siang siang dan/malam ?
Kebiasaan sebelum tidur?
6.      Kognitif dan persepsi sensori
Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
Keluhan gangguan pancaindera?
7.      Persepsi dan konsep diri
Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
8.      Peran dan hubungan dengan sesama
Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
Apakah merasa pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9.      Reproduksi dan seksualitas
Apakah ada gangguan hubungan seksual klien (mestruasi teratur? Impotensi?)?
10.  Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Bagaimana menghadapi masalah?
Apakah klien stres dengan penyakitnya?
Bagaimana klien mengatasinya?
Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11.  Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit
Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit
Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama yang dianut?

F.      PEMERIKSAAN FISIK
  1. Keadaan umum           :
  2. Kesadaran                   :
  3. Tanda-tanda vital        :
  4. Status gizi                   :
  5. Pemeriksaan Head to toe
a.        Kulit, rambut, dan kuku
1)       Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisasi
2)       Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)       Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b.        Kepala:
1)         Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)         Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.        Mata
1)         Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)         Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3)         Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)         Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
5)         Inspeksi pupil terhadap sinar cahaya langsung dan tidak langsung. Amati kesimetrisan, ukuran, bentuk, dan reflek terhadap cahaya (nervus okulomotorius)
6)         Inspeksi iris terhadap bentuk dan warna
7)         Inspeksi dan palpasi kelenjar lakrimal adanya pembengkakakn dan kemerahan.
8)         Uji ketajaman penglihatan (visus), dengan menggunakan snellen card/jari tangan pemeriksa. Pemeriksa berdiri 6 M dari pasien (nervus optikus).
9)         Uji lapang pandang dengan pasien berdiri atau duduk 60 cm dari pemeriksa.
10)     Uji gerakan mata pada delapan arah pandangan dengan menggerakkan jari pemeriksa secara perlahan (nervus okulomotorius, nervus trokhlearis, nervus abduscen)
d.       Hidung
1)         Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2)         Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)         Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4)         Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.        Telinga
1)         Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)         Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)         Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)         Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
5)         Tarik daun teinga secara perlahan ke atas dan ke belakang. Pada anak-anak daun telinga ditarik ke bawah, kemudian amati liang telinga adanya kotoran, serumen, cairan, dan peradangan.
6)         Uji fungsi pendengaran dengan menggunakan arloji, suara/ bisikan dan garpu tala (tes Webber, Rinne, Swabacch). (nervus auditorius).
f.         Mulut dan faring
1)         Inspeksi warna dan mukosa bibir, lesi, dan kelainan koninetal
2)         Minta pasien membuka mulut, jika pasien tidak sadar bantu dengan sudup lidah. Inpeksi keberihan jumlah, dan adanya caries.
3)         Minta pasien buka mulut, inpeksi lidah akan kesimetrisan, warna, mukosa, lesi, gerakan lidah (nervus hipoglosus)
4)         Inspeksi faring terhadap warna, lesi, peradangan tonsil
5)         Melakukan pemeriksaan pembedaan rasa pada ujung lidah (nervus fasialis)
6)         Meminta pasien menelan dan membedakan rasa pada pangkal lidah (nervus glosofaringeal).
7)         Menguji sensasi faring (berkata ”ah”). (nervus vagus).
g.        Leher
1)         Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)         Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3)         Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)         Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)         Palpasi kelenjar tiroid
h.        Thorak dan tulang belakang
1)         Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)         Inspeksi kelainan bentuk tulang belakang (skoliasis, kifosis, lordosis).
3)         Palpasi adanya krepitus pada kosta
4)         Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.          Paru posterior, lateral, anterior
1)         Inspeksi kesimetrisan paru
2)         Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)         Palpasi pengembangan paru dengan meletakkankedua ibu jari tangan ke prosesus xifoideus dan minta pasien bernapas  panjang. Ukur pergeseran kedua ibu jari.
4)         Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
5)         Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.          Jantung dan pembuluh darah
1)         Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2)         Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri. Kemudian pindah jari dari mitral 5-7 cm ke garis midklavikula kiri (denyut apkal).
3)         Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
4)         Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)         Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.        Abdomen
1)         Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2)         Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising usus)
3)         Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4)         Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)         Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
6)         Mengukur lingkar perut
l.          Genitourinari
1)         Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)         Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau.
3)         Inspeksi alat kelamin/genitalia pria: kebersihan, lesi, massa, cairan, bau, pertumbuhan rambut , bentuk dan ukuran penis, keabnormalan prepusium dan gland penis.
4)         Palpasi skrotum dan testis sudah turun atau belum
m.      Ekstremitas
1)         Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)         Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3)         Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)         Kaji kemampuan pergerakan sendi
5)         Kaji reflek fisiologis: bisep, trisep, patela, arcilles
6)         Kaji reflek patologis: reflek plantar (babinsky)
G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan retina
2.      Pengukuran tekanan intraokuler dengan menggunakan tonometri
3.      Pemeriksaan lapang pandang
4.      Pemeriksaan ketajaman penglihatan
5.      Pemeriksaan refraksi
6.      Respon refleks pupil
7.      Pemeriksaan slit lamp
H.    TERAPI
Terapi yang didapat: nama obat, dosis, waktu, rute, indikasi?
I.       DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
  1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik.
      Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh nyeri
§  Pasein tidak mengeluh sesak
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
3)      Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
4)      Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
5)      Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
7)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
2.       Perfusi jaringan serebral/perifer tidak efektik berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
Tujuan: Perpusi jaringan serebral teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh pusing
§  Pasien tidak mengeluh sesak napas
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
§  CRT: <3 detik
            Intervensi:
1)     Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)     Monitor capillary refill time
R/mengetahui status keadaan pasien
3)     Monitor kemampuan aktivitas pasien
      R/mengetahui kemampuan pasien
4)     Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)     Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
6)     Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi beban kerja pasien
7)     Cegah fleksi tungkai
R/menghindari penurunan staus kesadaran pasien
8)     Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
9)     Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
10) Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen
11) Kolaborasi/lanjutkan terapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
12) Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat proses penyembuhan
3.       Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak familiar dengan sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan pasien bertambah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x45 menit dengan kriteria hasil:
§  Pasien bisa menjelaskan pengertian
§  Bisa menyebutkan penyebab
§  Bisa menyebutkan tanda dan gejala
§  Bisa menyebutkan perawatan
§  Bisa menyebutkan pencegahan
Intervensi:
1)      Kontrak waktu dengan pasien
R/menetapkan waktu untuk pendidikan kesehatan
2)     Berikan pendidikan kesehatan
R/meningkatkan pengetahuan pasien
3)     Evaluasi pengetahuan pasien
R/mengetahui keberhasilan pendidikan kesehatan
4)     Anjurkan kepada klien untuk melakukan apa yang telah disampaikan dalam pendidikan kesehatan
R/mengingatkan kembali pada pasien
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakkeimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan: Intoleransi aktivitas teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh lemas
§  Pasien tidak mengeluh pusing
§  Pasien tidak mengeluh sesak napas
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
§  CRT: <3 detik
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Beri posisi semi fowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
   R/mencukupi kebutuhan pasien
6)      Bantu aktivitas pasien secara bertahap
R/mengurangi bebar kerja pasien
7)      Beri cukup nutrisi sesuai dengan diet
R/mempercepat pemulihan kondisi
8)      Kolaborasi/lanjutkan terapi oksigen
R/mencukupi kebutuhan oksigen 
9)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, rute
R/mempercepat penyembuhan
5.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh lemas
§  Makan habis 1 porsi
§  Pasien tidak mual
§  Pasien tidak muntah
§  Berat badan normal/ideal
§  Konjungtiva merah muda
§  Rambut tidak rontok
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan pasien
3)      Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan pasien
4)      Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan pasien
5)      Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien
6)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
7)      Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
8)      Anjurkan pasien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi, Vitamin B12,  tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
9)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
6.      Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
§  Suhu: 36-37°C/axila
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
2)      Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
3)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis
R/ mengurangi rasa panas
5)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
   R/mencukupi kebutuhan pasien
6)      Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
7)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
7.      Resiko jatuh berhubungan dengan usia lebih 65 tahun, penyakit akut, sulit penglihatan.
Tujuan: Pasien tidak jatuh setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil:
§  Pasien tidak mengeluh pusing
§  Pasien bisa melihat dengan jelas
§  Pernapasan 12-21x/mnt
§  Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
§  Nadi 60-100x/mnt
§  CRT: <3 detik
Intervensi:
1)      Ukur tanda-tanda vital: Tekanan darah, pernapasan, suhu, nadi.
R/mengetahui keadaan pasien
2)      Monitor kemampuan aktivitas pasien
R/mengetahui kemampuan pasien
3)      Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
4)      Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
   R/mencukupi kebutuhan pasien
5)      Kolaborasi/lanjutkan penggunaan alat bantu penglihatan/tongkat
RMenghindari kesalahpahaman persepsi pasien
6)      Kolaborasi untuk pembedahan
R/mengatasi permasalahan pasien
8.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, prosedur invasif, pertahanan sekunder tidak adekuat.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi setelah dilakuakan tindakan keperawatan selama 2x24jam dengan kriteria hasil:
§  Daerah tusukan infus tidak ada tanda peradangan
§  Hasil laboratorium darah normal(Leukosit, Hb)
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda peradangan
R/untuk melihat tanda-tanda peradangan
2)      Monitor pemeriksaan Laboratorium darah
R/untuk melihat kandungan darah
3)      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
R/untuk menghindari inos
4)      Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
5)      Batasi pengunjung
R/untuk mencegah inos
6)      Rawat luka setiap hari dwengan teknik steril
R/mencegah infeksi
7)      Beri nutrisi tinggi zat besi, vitamin C
R/untuk membantu proses penyembuhan luka
8)      Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat antibiotik ; nama, dosis, waktu, cara
R/mempercepat penyembuhan





DAFTAR PUSTAKA



Brunner & Suddarth. 2002. Keperawata Medikal Bedah, Edisi 8, Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10, Jakarta: EGC
Mansjoer. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III Jilid 1, Jakarta: FKUI
Brunner and suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, vol. 3, Jakarta: EGC
Marylin E. Doengus. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 8, Jakarta: EGC
Purwadianto. 2002. Pedoman Pelaksanaan Praktis Kedaduratan Medik, Edisi 2, Jakarta: PLRUI
Nanda. 2005. Definisi dan klasifikasi, Jakarta: Prima Medika
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Mata. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar